oleh

Negara Kurang Peduli Terhadap TKI

Harianpilar.com, Bandarlampung – Indonesia, termasuk di Lampung kini  menghadapi kondisi yang terpinggirkan. Bahkan pemerintahan Presiden Jokowi dinilai bisa seperti sandwich. Maknanya, terimpit dari atas dan bawah sehingga sulit bergerak.  Hal tersebut akibat praktik korporasi. Terutama dalam perlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Apalagi provinsi Lampung dinilai kaya akan lahannya luas, namun faktanya tidak mampu memberikan kemakmuran rakyatnya. Justru menjadi miskin dan sangat ironi dan memalukan.

Demikian dikemukakan mantan Kepala BNP2TKI, Moh Jumhur Hidayat, dalam diskusi yang digelar Komunitas  Gedung Meneng, Bandarlampung, Minggu (6/9/2015) malam.

“Fakta ini terjadi tidak hanya terjadi di Lampung, tapi juga di NTB, dan daerah lainnya di Indonesia. Korporasi sudah menguasai lahan dan rakyat Lampung justru harus jadi TKI ke luar negeri,” ujar tokoh gerakan rakyat itu, dalam rilis yang diterima Harian Pilar, Senin (7/9/2015)

Bahkan, lanjutnya, Pemerintah Indonesia sejak dulu dan hingga kini tidak pernah mengeluarkan uang sepeserpun untuk kepentingan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Padahal, TKI sudah banyak jasanya, pengorbannya bagi negara dan saudaranya.

“Berpuluh puluh tahun, Indonesia tidak pernah mengeluarkan uang sepeserpun untuk melakukan pemberdayaan dan pelatihan pelatihan. Pemerintah beranggapan satu pendapatan TKI bisa menghidupi empat sampai lima saudaranya di Indonesia. Ada 30 juta rakyat Indonesia diselamatkan TKI. Sayangnya, negara kurang peduli,” tuturnya.

Dilanjutkannya, kondisi seperti ini menunjukkan negara sepertinya tak peduli dengan nasib TKI. Dana negara untuk pelatihan, perlindungan, atau untuk membela TKI, tidak ada. Negara beranggapan TKI bisa cari dan punya uang banyak, hingga tak perlu mengeluarkan dana lagi.

“Ini kondisi yang miris, belum lagi diplomasi kita yang lemah dengan negara lain saat membela TKI,” katanya

Negara sudah saatnya berpihak untuk rakyatnya. Membela kepentingan TKI dengan cara mendidik, melatih, dan program yang bisa melindungi mereka.

“Jadi, tak ada lagi TKI disiksa majikannya, jadi korban perdagangan manusia,” ujarnya.

Ia juga prihatin dengan kondisi masyarakat Lampung, yang punya lahan luas, daerah kaya, tapi peringkat kelima sebagai pengirim TKI.

“Jelas ada yang salah dengan kita. Harus segera dikoreksi besar-besaran,” kata dia.

Jumhur menawarkan gerakan massal sebagai salah satu solusi melawan korporasi. Kekuatan modal besar bisa dilawan dengan kekuatan massa yang banyak.

“Kita lihat sekarang, buruh dengan jumlah puluhan ribu bisa melawan ketidakadilan. Nelayan pun demikian. Kemarin kasus di pelabuhan, Pertamina, ternyata perjuangan buruh berhasil,” katanya.

Menurut dia, di Lampung perlu ada pembenahan terhadap sistem dan praktik yang banyak memenangkan kepentingan korporasi. Perusahaan yang ada sebaiknya lebih memihak kepada penduduknya. Sehingga tak ada lagi pengiriman TKI, atau kasus perambahan hutan.

Jumhur juga berpendapat, peran buruh dan profesi kini diperhitungkan. Kalangan ini yang bisa melawan praktik korporasi. Dalam diskusi itu juga dihadiri para tokoh aktivis buruh, tani, mahasiswa, budayawan dan advokat. Bahkan dihadiri dua calon walikota Bandarlampung, yakni calon Walikota Bandarlampung M Yunus dan Wakil Walikota Bandarlampung Komarunizar. Selain itu juga dihadiri Anggota DPRD Lampung Yozi Rizal dan Nurhafifah Anggota DPRD Lampung Selatan.

Untuk itu, Jumhur mengajak semua anak bangsa untuk bersatu dan bersama supaya tujuan menjadi negara korporasi tidak terjadi. Sehingga tujuan dari berdirinya bangsa Indonesia tetap terjaga.

“Saat ini korporasi sudah menjadi alat untuk menguasai negara. Oleh karena itu harus dicegah secara sistemik,” tuturnya.

Dikatakan, Jumhur, dalam melakukan revolusi tidak harus dilakukan secara berdarah darah tapi dilakukan secara santun dan bijak. Contohnya, revolusi yang dilakukan oleh kaum buruh yang baru saja dilakukan.

‘Revolusi itu tidak harus dilakukan secara berdarah darah tapi dilakukan secara santun. Apalagi kalau kita melakukan dengan anti korporasi, maka para elit akan kelimpungan sendiri,” tuturnya.

Saat ini, penguasa saat ini bukan menguasai korporasi tapi korporasi yang menguasai para penguasa. Hal sama juga terjadi di Lampung, sebab banyak pemimpin di berbagai level sudah saling selingkuh dengan korporasi,” tandasnya. (Rls/JJ)