Harianpilar.com, Bandarlampung – Sejumlah persoalan yang melilit keuangan Pemkab Waykanan, mulai dari pengelolaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) hingga permasalahan dana hibah dan Bansos, dinilai sejumlah kalangan sebagai persoalan yang serius dan berpotensi merugikan Negara.
Bahkan, sejumlah kalangan menilai, laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK RI terkait persoalan tersebut , bisa dijadikan petunjuk awal bagi aparat penegak hukum untuk mengumpulkan bukti-bukti dan dokumen sebagai alat bukti.
Dewan Pembina Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) dan Transparansi Akuntabilitas Publik Lampung Abdullah Sani menegaskan, pengelolaan keuangan daerah harus berdasarkan perundang-undangan, jika pengelolaannya tidak mengacu pada undang-undang, maka dipastikan ada perbuatan melawan hukum dan itu sangat berpotensi merugikan keuangan daerah.
“LHP BKP RI bisa dijadikan petunjuk awal, sebagaimana diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pasal 24 A. Soal hal-hal yang berkenaan dengan LHP itu bersifat final,” tegas Sani, saat dihubungi via telepon, Selasa (8/9/2015).
Untuk itu, kata Sani, aparat penegak hukum harus menelusuri adanya dugaan penyalahgunaan dalam pengelolaan keuangan Pemkab Waykanan tersebut.
“Aparat harus mendalami temuan BPK ini,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, perealisasian miliaran anggaran bantuan sosial (Bansos) dan hibah di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Waykanan tahun anggaran 2014 diduga kuat sarat masalah. Sebab, banyak penerima dana tersebut tidak mnyampaikan laporan pertanggung jawaban. Bahkan, juga ditemukan dana hibah vertikal Rp3,9 miliar yang juga bermasalah.
Pada tahun 2014, Pemkab Waykanan menganggarakan sedikitnya Rp12 Miliar untuk belanja hibah dan Rp7,5 Miliar untuk bansos. Dengan tingkat realisasi masing-masing 99,81 persen atau Rp11,9 Miliar dan 65,59 persen atau Rp4,9 Miliar.
Namun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya penerima belanja hibab sebesar Rp100 juta dan basos Rp633 juta tidak menyampaikan laporan penggunaan dana. Untuk dana hibab Rp100 juta diserahkan kepada empat kelompok masyarakat penerima. Namun, hingga pemeriksaan BPK berakhir empat kelompok masyarakat itu tidak menyerahkan laporan penggunaan dana.
Begitu juga dana bansos sebesar Rp633 juta telah diserahkan kepada 140 kelompok masyarakat dan lembaga non pemerintah, dan sampai pemeriksaan berakhir juga tidak menyampaikan laporan penggunaan dana.
Akibat masalah itu, BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 19C/LHP/XVIII.BLP/04/2015 tertanggal 30 April 2015 menyatakan perealisasian dana hibah Rp100 juta dan bansos Rp633 juta itu tidak dapat di uji kebenaraan penggunaan anggarannya sesuai ketentuan.
Dalam LHP itu, BPK juga menemukan adanya dana hibah vertikal Rp3,9 miliar yang belum dilaporkan ke Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. Dari total anggaran itu, sekitar Rp1,4 Miliar diterima oleh KPU Waykanan dan sekitar Rp146 juta di terima oleh Panwaslu Waykanan.
Hal itu menyebabkan terbukanya potensi penganggaran ganda dan pendapatan hibab tidak tercatat laporan keuangan lembaga vertikal.
Terkait pembeitaan ini, mantan bupati Waykanan Bustami Zainudin hingga kini belum biasa dikonfirmasi. Bahkan, ketika dihubungi via telepon tidak aktif. (Juanda)