Harianpilar.com, Bandarlampung – Bawaslu Bandarlampung kembali mengadakan Webinar Series 4 yang bertemakan, “Penanganan Pelanggaran Administrasi TSM dan Masa Depan Demokrasi Lokal di Indonesia”, Sabtu (30/10). Kegiatan ini dilatarbelakangi dari adanya pengalaman Putusan Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM yang terjadi di dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Bandarlampung Tahun 2020 yang lalu, yang cukup menjadi kontroversi dan merebak secara nasional.
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Ketua Bawaslu Kota Bandar Lampung, Candrawansah, S.I.Kom., M.I.P. Kegiatan ini menghadiri Keynote Speaker yaitu Anggota sekaligus Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Republik Indonesia, Ibu Dr. Ratna Dewi Pettalolo, S.H., M.H., dan 2 (dua) orang narasumber yang berprofesi sebagai akademisi yaitu: Bapak Aditia Arief Firmanto, S.H., M.H., yang merupakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Malahayati Bandar Lampung dan Moh. Rizky Godjali, S.I.P., M.I.P., yang merupakan Dosen Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang – Banten, serta dimoderatori oleh Yahnu Wiguno Sanyoto, S.I.P., M.I.P., yang merupakan Anggota sekaligus Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kota Bandar Lampung.
Yahnu Wiguno Sanyoto, di dalam pengantar diskusinya mengatakan bahwa diskusi mengenai Penanganan Pelanggaran Administrasi TSM ini masih jarang dilakukan padahal Penanganan Pelanggaran ini menjadi salah satu instrument penguatan wewenang Bawaslu dalam upaya penegakan hukum Pemilu/Pemilihan dalam mewujudkan keadilan Pemilu yang tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menjaga eksistensi dari demokrasi itu sendiri yaitu kedaulatan rakyat. “Sebab melalui sanksi administratif diharapkan dapat mengoptimalkan efek jera dan mendorong mekanisme penegakan hukum Pemilu/Pemilihan yang sederhana, cepat, dan berbiaya murah,” kata dia.
Menurutnya, sepanjang keberadaan Bawaslu, wewenang Bawaslu dalam menangani jenis pelanggaran ini telah diatur di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pemilihan) disertai pengaturan secara teknis melalui Peraturan Bawaslu Nomor 13 Tahun 2016, Nomor 13 Tahun 2017, dan terakhir Nomor 9 Tahun 2020 dan dalam konteks Pemilu juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum disertai pengaturan teknis melalui Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018, namun implementasi wewenang ini belum maksimal.
“Sejak adanya wewenang dalam Penanganan Pelanggaran Administrasi TSM, baru 1 (satu) kali ada Putusan Bawaslu yang menyatakan terbukti yaitu pada Pemilihan Walikota Bandar)ampung Tahun 2020 yang berdampak pada pembatalan calon,” ungkapnya.
Yahnu menambahkan, berdasarkan data yang ada, di Pilkada Tahun 2020, terdapat 22 (dua puluh dua) dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilihan TSM yang terjadi di 3 (tiga) Pemilihan Gubernur dan 19 (sembilan belas) di Pemilihan Bupati/Walikota.
“Hal ini ternyata meninggalkan berbagai problematika dan permasalahan, seperti persoalan limitasi waktu penanganan pelanggaran karena dibatasi tahapan penyelenggaraan Pemilu/Pemilihan, adanya ketidakpastian hukum karena lebih dari 1 (satu) lembaga yang terlibat dalam penanganannya, nasib suara rakyat yang telah memilih calon yang dibatalkan, dan lain sebagainya, yang ke depan (2024) berkemungkinan terulang dan harus diantisipasi sejak dini,” paparnya.
Selanjutnya, Ratna Dewi Pettalolo, dalam paparannya sebagai Keynote Speaker mengatakan bahwa sejarah Pelanggaran TSM ini sudah ada sejak tahun 2008 dan terungkap kejadiannya ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memeriksa Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Gubernur Provinsi Jawa Timur Putaran II.
Ia mengatakan, MK melalui Putusannya memerintahkan adanya pemungutan suara ulang di 3 (tiga) Kabupaten yaitu Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan). “Alasannya tidak telah terjadi pelanggaran yang TSM namun tidak dijelaskan secara komprehensif tentang makna TSM akan tetapi konteks pelanggaran yang terjadi saat itu adalah pelibatan kepala desa dengan menggunakan kontrak program dan politik uang,” terangnya.
Lanjutnya, baru kemudian di tahun 2010 di dalam Putusannya terhadap PHP Pemilihan Walikota Tangerang Selatan, MK menyebutkan makna TSM sebagai berikut: (a) Terstruktur berarti dilakukan oleh aparat baik sebagai penyelenggara Pemilu maupun sebagai penyelenggara pemerintahan; (b) Sistematis berarti dilakukan dengan perencanaan dan langkah-langkah struktural yang dengan nyata dimaksudkan untuk memenangkan Pasangan Calon tertentu; dan (c) Masif berarti memengaruhi sejumlah besar pemilih atau komunitas yang tidak dapat dihitung jumlahnya satu per satu.
“Adapun kewenangan untuk memeriksa pelanggaran tersebut diserahkan kepada Bawaslu Provinsi dan teknisnya diatur melalui Peraturan Bawaslu,” ujarnya.
Ratna Dewi Pettalolo juga memaparkan tentang laporan Pelanggaran TSM pada Pemilihan Tahun 2020. Dari 22 (dua puluh dua) laporan yang ditangani, 20 (dua puluh) deregister dan 2 (dua) tidak deregister.
“Dari 20 (dua puluh) yang diregister, 8 (delapan) diantaranya dilanjutkan ke tahap sidang pemeriksaan sedangkan 12 (dua belas) yang lainnya berhenti di sidang pendahuluan. Kemudian dari 8 (delapan) yang memasuki sidang pemeriksaan, hanya 1 (satu) yang terbukti dan selebihnya 7 (tujuh) tidak terbukti,” paparnya.
Sementara itu, Moh. Rizky Godjali melihat pelanggaran TSM ini dari perspektif sosial politik. Ia menyampaikan bahwa latar belakang Pemilih dalam perilaku memilihnya setidaknya dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yaitu factor sosiologis, psikologis, dan pilihan rasional.
“Sosiologis mencakup pengaruh keluarga, sekolah, lingkungan tempat tinggal, dan lain sebagainya), Psikologis mencakup pengaruh kedekatan emosional antara Pemilih dengan Peserta, dan pilihan rasional mencakup pertimbangan manfaat yang diperoleh ketika memilih salah satu Calon/Pasangan Calon, termasuk memperhatikan performance dari calon/pasangan calon yang berkontestasi,” bebernya.
Partisipasi menurutnya, dapat muncul karena didorong oleh keinginan/kesadaran dalam melakukan aktivitas politik maupun adanya mobilisasi karena digerakkan atau dipengaruhi oleh orang lain sesuai dengan tujuan yang menggerakan. (Ramona)