oleh

‘Silang Pendapat’ Kasus Prokes Ardito

Harianpilar.com, Bandarlampung – Kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) yang dilakukan oleh Wakil Bupati Lampung Tengah (Lamteng) Ardito Wijaya memunculkan silang pendapat di kalangan akademisi hukum di Lampung. Ada yang mendorong Polda Lampung gerak cepat mengusut kasus tersebut, dan ada juga yang menilai kasus tersebut bukan ranah Polda, melainkan ranah pemerintah daerah.

Pengamat Hukum Universitas Lampung (Unila) Budiono menilai kasus pelanggaran prokes yang dilakukan oleh wakil bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya bukanlah ranah Polda Lampung. Menurutnya, kasus tersebut merupakan ranah pemerintah daerah.”Kalau saya melihat ini bukan ranah polda, tapi ini ranah pemerintah daerah. Hanya sanksi administratif, dalam hal ini adalah denda. Kalau pemerintah daerah sudah ada perda yang mengatur kegiatan selama Covid-19,” ujarnya, Senin (05/07/2021).

Budiono berpandangan kasus yang menimpa Ardito itu hanya kesialan saja. Karena, sebenarnya banyak masyarakat atau pihak-pihak yang juga melanggar prokes.”Pak Ardito adalah pihak yang di undang, seharusnya pihak yang mengundang sudah memberikan peringatan bahwa dalam undangan ini harus menerapkan protokol kesehatan, dan dalam acara ini pasti mengantongi izin dimana izin tersebut salah satu syaratnya adalah penerapan protokol kesehatan dan izin juga saya rasa dikeluarkan oleh aparat yang berwenang,” bebernya.

Maka itu, Budiono melihat Polda juga perlu menyelidiki pihak yang mengundang dan yang memberikan izin keramaian. “Jadi saya melihat kalau ini ingin diselidiki oleh kepolisian, bukan pihak Ardito yang dipersalahkan, tapi pihak yang mengundang dan pihak yang memberi izin keramaian tanpa pengawasan juga,” kata dia.

Budiono meminta Polda dan pemerintah daerah agar melakukan pengawasan dan penerapan prokes dalam setiap kegiatan masyarakat.”Dan dalam kasus Ardito maka dalam hal ini Polda tidak melakukan tebang pilih, yang harus diperiksa oleh Polda adalah pihak yang mengundang dan memberi izin kegiatan tersebut mengapa tidak menerapkan prokes, bukan Ardito saja yang diperiksa,” kata dia.

Terkait pemberian sanksi terhadap Ardito, Budiono menilai hal itu cukup aneh. “Menurut saya apa yang dilakukan oleh bupati menonaktifkan wakil bupati Ardito ini agak aneh, karena tidak ada aturan yang memberikan kewenangan bupati bisa menonaktifkan wakil bupati, karena wakil bupati bukan diangkat atau bawahan bupati. Kalau ini dibiarkan nanti bupati bisa memberhentikan wakil bupati,” jelasnya.

Pandangan berbeda disampaikan Pengamat Hukum Unila lainnya, Iwan Satriawan yang menilai Polda bisa memproses kasus prokes Ardito jika hal tersebut dilakukan berulang kali dan bisa dikenakan pidana karena melanggar undang-undang karantina. “Namun itu semua untuk tujuan akhir pemidanaan apabila pelaku tidak bisa dibina,” ucapnya.

Terkait penonaktifan, dosen Fakultas Hukum Unila ini menilai hal tersebut sudah benar. “Ya penonaktifkan ini sudah benar sebagai bentuk sanksi disiplin. Namun nggak perlu dipidana. Cukup di nonaktifkan selama 14 hari sesuai dengan anjuran Prokes untuk isolasi mandiri,” tukasnya.

Pandangan senada sebelumnya juga disampaikan Pengamat Hukum Unila Yusdianto. Yusdianto menilai langkah Musa memberikan sanksi pada dr. Ardito Wijaya merupakan upaya yang baik untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintahannya.”Jika dilihat dari perspektif pemerintahan daerah, tindakan administratif ini merupakan upaya yang baik, untuk mengembalikan ketidakpercayaan masyarakat,” kata dia, baru-baru ini.

Namun, lanjutnya, proses hukum dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan dr. Ardito di Polda Lampung harus tetap berjalan dan Polda harus bekerja cepat agar tidak muncul kesan tebang pilih.”Karena sudah masuk wilayah hukum, saya berharap kepolisian dalam hal ini Polda untuk segera melaksanakan gelar perkara dan hasilnya disampaikan ke masyarakat,” ujarnya.

Menurutnya, hal itu perlu dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.
Apalagi, secara geografis Lamteng adalah daerah yang cukup luas dengan jumlah penduduk paling banyak tengah berada di zona orange. Sehingga perlu penanganan serius dari semua pihak agar kabupaten ini segera kembali ke zona hijau.

Perlu konsentrasi pemda dalam menjalankan Instruksi Mendagri No 13 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis mikro dan mengoptimalkan posko penanganan covid-19, Instruksi Gubernur dan Kepala daerah dalam hal ini bupati.

Yusdianto melanjutkan, penanganan Covid-19 memang merupakan tanggung jawab semua pihak, baik itu pemerintah dan masyarakat, namun yang utama harus dimulai dari pemimpinnya. Bila pemimpin saja melanggar jangan harap rakyat taat, kata dia.”Saya menyadur sebuah pribahasa: seorang pemimpin bila mau diakui keberhasilannya harus tunjukkan integritasnya, kapabilitasnya, tanggung jawab dan taat hukum, karena pemimpin dibatasi oleh perilaku dan hukum,” pungkasnya.(Ramona)