Harianpilar.com, Bandarlampung – Pernyataan pihak Pemkot Bandarlampung yang mengatakan akan menolak sumbangan dana yang terkumpul dari Aksi Sejuta Koin, adalah wujud ketidakpekaan terhadap aspirasi masyarakat dan sikap anti kritik.
Padahal, aksi sejuta koin ini sebagai bentuk kepedulian dan bukti kecintaan masyarakat terhadap Kota Tapis Berseri yang tengah mengalami masalah defisit anggaran. Serta belum dibayarnya uang sertifikasi guru dan gaji ke 14 yang semestinya cair sebelum hari raya Idul Fitri yang lalu.
Untuk itu, Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Bandarlampung SPRI Bandarlampung, mendesak pihak Pemkot Bandarlampung untuk segera membayar gaji 14 yang mutlak hak PNS di lingkungan Pemkot.
“ Ya kami akan terus mengkampanyekan pembayaran sertifikasi guru dan gaji 14 dalam bentuk aksi sejuta koin,” tegas Ketua SPRI Bandarlampung Rudiyanto, saat dihubungi via telepon, Selasa (26/7/2016).
Terkait pencairan dana sertifikasi triwulan I yang telah dibayar pihak Pemkot beberapa waktu lalu, menurut Rudi, upaya tersebut sebagai bentuk ‘Sogokan’ untuk meredam kemarahan para guru.
“Dana sertifikasi itupun dibayarkan setelah berbagai pihak melakukan desakan, dan para guru melaporkan ke LBH Bandarlampung. Tapi kemudian bagaimana dengan nasib gaji ke 14 yang sampai saat ini tidak kunjung dibayarkan,” tegasnya.
Selain itu, kata Rudiyanto, SPRI juga terlibat dalam membela SMKN9 karena prihatin terhadap nasib anak bangsa dan dunia pendidikan yang terkooptasi oleh kepentingan politik pejabatnya.
“Tidak perlu sampai harus menutup SMKN 9. Sebaliknya semestinya SMKN 9 harus dibangun lebih baik lagi, dilengkapi semua sarana dan prasarananya termasuk laboratorium yang menjadi prasyarat pendirian sebuah SMKN. Soal tuduhan bahwa kami menunggangi dan memanfaatkan siswa SMKN 9 untuk kepentingan pribadi dan organisasi sehingga berpotensi mengganggu aktivitas belajar para siswa sangat tidak berdasar dan tidak benar,” tepisnya.
Mengapa pihaknya selalu melibatkan siswa dan guru dalam setiap agenda aksi termasuk aksi penggalangan Sejuta Koin, menurutnya karena aksi tersebut memang untuk memperjuangkan nasib mereka sendiri. Sedangkan SPRI dan Laspri hanyalah semata-mata sebagai organisasi pendamping yang membantu melakukan advokasi.
“Keterlibatan siswa dan guru jelas sadar dan sesadar-sadarnya, bahkan mereka mengetahui apa konsekuensinya. Ini juga untuk menguji soliditas dan militansi mereka dalam mempertahakankan hak-haknya yang hendak dicabut paksa dengan arogan oleh penguasa. Jadi logika saja, alangkah naibnya jika mereka menggantungkan nasib kepada pihak lain, sementara mereka berdiam diri. Maka sangat wajar kalau mereka kemudian pun terlibat dan siap turun kejalan,” paparnya.
Dia menambahkan, pihaknya saat ini masih menunggu kedatangan Dirjen Kemendikbud agar masalah penutupan SMKN 9 ini clear. Jika hingga besok, Rabu (27/7/2016) tidak juga datang pihaknya berencana akan jemput bola bertolak ke Jakarta. “Ya kami sudah sepakat akan ke Jakarta untuk menemui Mendikbud, bahkan juga akan berupaya menemui Komisi X DPR RI dan aksi ke Istana negara. Untuk teknisnya, apakah akan membawa semua guru dan murid atau cukup perwakilan saja akan dibahas lebih lanjut,” tandasnya. (Fitri/Juanda)