Harianpilar.com, Bandarlampung – Kerusuhan yang terjadi di Dusun Terang Agung, Kampung Gunung Terang, Kecamatan Gunung Terang, Kabupaten Tulangbawang Barat dinilai seharusnya bisa dicegah dari awal. Sebab, Pemerintah Tulangbawang Barat (Tubarat) melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun 2015 telah menganggarkan dana untuk Survey Potensi Konflik Sosial Masyarakat Tubarat.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh Harian Pilar, Bappeda Tubarat menganggarkan dana Rp130 juta untuk Survey Potensi Konflik Sosial Masyarakat Tubarat yang dikerjakan PT. Mitra Identic.
Seharusnya, bentrok antar warga ini bisa dicegah jika potensi konfliknya memang sudah diketahui dan diselesaikan sejak awal. Sebab, berdasarkan pernyataan warga akar masalah konflik itu sudah ada sejak lama bukan persoalan baru.
Bahkan, 10 tahun sebelumnya memang sudah pernah pecah konflik yang sama.
“Konflik itu akar masalahnya sudah lama ada yakni persoalan lahan. Dan permasalahan lahan itu memang sudah berlangsung lama,” kata Gunawan (35), salah satu tokoh masyarakat Kecamatan Gunungterang.
Bahkan, jelasnya, permasalahan tersebut sudah ada sebelum berdirinya Kabupaten Tulangbawang Barat.
“Dari belum berdirinya Kabupaten Tubarat, permasalahan ini memang sudah ada. Bahkan dulu pernah menelan korban jiwa akibat bentrok masyarakat sewaktu masih tergabung di Kabupaten Tuba, sekitar 10 tahunan silam. Dan beberapa hari lalu terjadi lagi dengan korban yang lebih banyak,” ungkapnya.
Gunawan menjelaskan, salah satu pemicu terjadinya permasalahan hingga berujung Konflik yang membawa Etnis di daerah tersebut adalah soal saling klaim status kepemilikan lahan.
Tim Kerja Institute on Corruption Studies (ICS), Apriza, menilai dua kemungkinan yang muncul jika Pemda Tubarat sudah menganggarkan dana survey potensi konflik, tapi konflik justru terjadi.
“Pertama, Pemda Tubarat sudah mengetahui ada potensi konflik tapi lambat menyelesaikan, atau Pemda Tubarat memang belum mengetahui ada potensi itu. Jika Pemda Tubarat tidak mengetahui ada potensi konflik itu, maka proyek survey potensi konflik patut diduga fiktif,” ujarnya, saat dimintai tanggapan, Selasa (15/3/2016).
Menurutnya, jika pada tahun 2015 Pemda Tubarat sudah melakukan Survey Potensi Konflik Sosial Masyarakat, seharusnya sudah bisa mengambil langkah-langkah penyelesaian potensi konflik itu.
Sehingga konflik antar warga itu bisa dicegah.”Ini kok aneh, ada proyek survey potensi konflik tapi konflik justru terjadi. Ini Pemda Tubarat yang lambat melakukan pencegahan, atau justru proyek survey potensi konflik di Bappeda itu yang tidak dikerjakan sesuai ketentuan sehingga potensi konfliknya tidak terdeteksi,” cetusnya.
Apriza mendesak agar proyek Survey Potensi Konflik Sosial Masyarakat Tubarat tahun 2015 yang menelan anggaran hingga Rp130 juta itu diusut oleh penegak hukum.
Sementara, Kepala Bappeda Tubarat, Arya Sesunan, hingga berita ini diterbitkan belum berhasil dikonfirmasi. Beberapa kali dihubungi, nomor ponselnya selalu dalam keadaan tidak aktif. (Juanda)