Harianpilar.com, Bandarlampung – Tujuh perwakilan masyarakat petani di lahan Kota Baru Lampung mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung. Mereka meminta bantuan dan perlindungan hokum kepada LBH untuk memfasilitasi polemik di lahan Kota Baru tersebut, Kepada Wartawan, Koordinator perwakilan petani, Nasrul Rohman (35), warga asal Purwotani, Lampung Selatan, mengungkapkan, bahwa selain mereka, masih ada petani lain yang bernasib sama. Mereka berada di Kecamatan Jatiagung, Lamsel. Terdiri dari Desa Sinarrezeki, Purwotani, Sidoharjo, Margodadi, Gedungagung, Sidodadiasri, dan Sindanganom, Kecamatan Sekampungudik, Lampung Timur.
“Sejak beberapa tahun lalu petani seperti dirinya pernah digusur, dan setelah mengadu ke sana-kemari mereka diperbolehkan untuk kembali bercocok tanam. Setelah itu, kami dimintai sewa. Dan, kami pun kembali datang serta meminta sewa tersebut dibatalkan. Karena lahan yang digunakan merupakan kawasan hutan, dan akhirnya rencana sewa itu pun tidak jadi,” katanya.
Namun, petani disana kembali digegerkan dengan turunya surat edaran tertanggal 11 Agustus 2015, dengan surat nomor 028/169/11/2015 tertanggal 11 Agustus yang ditandatangani Sekprov Arinal Djunaidi tentang pengosongan lahan dan aktifitas bercocok tanam di kawasan tersebut. Dalam surat disebutkan, para penggarap yang memiliki tanaman singkong yang baru berusia 0-2 bulan segera membersihkan lahan garapannya, dan tidak melanjutkan cocok tanam. Tetapi untuk singkong yang berusia 3-9 bulan diperkenankan untuk melanjutkan hingga panen. Untuk tanaman palawija berusia 0-2 bulan dapat melanjutkan pertaniannya, sampai batas waktu panen.
Dengan surat tersebut, sekitar 1.200 petani yang menggarap di lahan Kota Baru akan kehilangan mata pencarianya sebagai petani. ”Karena pelarangan ini kami terancam tidak lagi mempunyai penghasilan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari,” kata dia.
Menurutnya, di lahan tersebut pihaknya dan yang lain tidak berniat sedikipun menghaki lahan tersebut ataupun mencoba menguasai. ”Kami disini hanya minta keringanan. Toh, pembangunan pun tidak dilanjutkan masih menunggu beberapa tahun lagi dari informasi yang saya baca di koran. Jadi, kalau memang dibangun dan diletakkan material kami pasti mundur, tapi ini kan belum,” ujarnya.
Menanggapi pengaduan tersebut Kepala Divisi Penelitian LBH Bandarlampung yang akan mendampingi proses tersebut, Alian Setiadi mengatakan, warga setempat hanya manfaatkan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup, karena lahan tak dipakai. ”Kami menerima laporan bahwa warga dari enam desa diperintahkan untuk menghentikan aktivitas pencocokan tanam di lahan Kota Baru. Tujuh warga yang hadir ini mewakili 1.200 petani penggarap lahan tersebut,” kata dia saat konferensi pers di kantor LBH.
Terpisah, Asisten I Bidang Ekonomi dan Pembangunan (Ekobang) Provinsi Lampung Adeham mengatakan terbitnya surat yang diberikan kepada masyarakat yang masih menggunakan lahan di Kota Baru itu karena lahan tersebut masih miliki Kementrian kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH). ”Lahan itu pun saat ini belum punya Pemda, meskipun sudah diserahkan ke Pemda. Tapi, Pemda sendiri belum memiliki sertifikat atas hak kepemilikan tanah KHL tersebut,” kata Adeham.
Atas surat itu, Adeham pun meminta untuk warga maklum. Itu kebijakan memang bertuliskan yang baru ditanam untuk tidak ditanam lagi. ”Jadi kami minta tolong kepada mereka. Tapi, yang hampir saja panen, silakan dipanen dahulu. Karena itu juga belum tanah Pemda, karena sertifikat belum dipegang,” kata Adeham. (Fitri/Juanda)