oleh

Marga Pugung Desak PTPN 7 Kembalikan Tanah Adat

Harianpilar.com, Pringsewu – Tokoh Adat Pepadun Lampung Pubian Marga Pugung, yang tergabung dalam Ikatan Warga Adat Pepadun Tanggamus (Iwapta) mendesak PTPN 7 untuk segera mengembalikan ratusan hektar tanah milik Adat Pepadun Marga Pugung, yang kini dikuasai PTPN 7 di  Tangkit Serdang.

Tokoh adat menuding PTPN 7 menguasai tanah adat tanpa hak sejak tahun 1953 yang kala itu tidak ada lagi kontrak sewa pakai dengan Marga Pugung.

“Hal yang wajar jika kami menuntut PTPN 7 terkait masalah tanah adat tersebut karena sejak tahun 1953 tidak pernah ada kontrak lagi dengan Adat Marga Pugung dan setelah diadakan pertemuan dengan manager unit Wilayah PTPN 7 way lima pada tanggal 13 april yang diwakili 20  tokoh adat,  pihak  manager unit Wilayah PTPN 7 way lima hanya merespon dan akan berkoordinasi dengan pimpinanan pusat dan bahkan. Pihak. manager unit Wilayah PTPN 7 way lima  hanya dapat  mengeluarkan Hak Guna Usaha (HGU),” ungkap Ketua Iwapta Marga Pugung H.Pattahul Aripin, didampingi Sayuti Ibrahim (Kiyai Paksi), saat mendatangi kantor Biro Harian Pilar di Pringsewu, Rabu (20/5/2015).

Dijelaskan Pattahul, sampai saat ini belum ada kejelasan statusnya  dari PTPN 7 dan berdasarkan data data yang dimiliki Iwapta Marga Pugung tentang  perkebunan karet PTPN 7 Unit II Tangkit Sedang, kepemilikan tanahnya merupakan hak adat warga masyarakat adat Perpaduan Marga Pugung.

Tuntutan Masarakat Adat Marga Pugung (IWAPTA) Marga Pugung yang ditanda tangani ketua Iwapta Marga Pugung H.Pattahul Aripin yang bergelar Suntan Tuan dan Skretarisnya Suhaimi Sobri, gelar Pengikhan Adik Suntan, tuntutan dengan surat nomor;001-T/IWAPTA/III/2015, sudah diserahkan ke Assisten Unit Wilayah PTPN VII Tangkit Serdang, dan ke Manager Unit Wilayah PTPN 7 Waylima, serta Direktur PTPN 7 Pusat di Jakarta.

Dipaparkan Pattahul,  sejak tahun 1953 akhir pasirah ke empat yang dijabat Hi.Abdurrahman Wahid, pihak PTPN 7 tidak pernah lagi menandatangani kontrak atau sewa pakai  dengan Marga Pugung sebagai pemilik tanah.

Menurutnya, tanah yang dikuasai PTPN 7 merupakan warisan Belanda, sementara Belanda sendiri hanya kontrak dengan masyarakat Marga Pupadu  Pugung dan ketika itu Pesirah dari 7 pesirah mendapatkan konvensasi dari Belanda tiap bulan pada saat itu. Namun setelah dikuasai PTPN 7,  ke 7 pesirah sejak itu sampai sekarang tidak ada konvensasi lagi.

“Ini PTPN VII lebih kejam dari Belanda, kolonial Belanda saja sebagai penjajah ketika itu masih memberikan konvensasi atau sewa kontrak kepada 7 Pesirah, tapi PTPN 7 sejak menguasai tanah tidak pernah memberikan konvensasi apapun,” ungkapnya.

Lebih lanjut dijelaskan Pattahul, pihaknya tidak akan berhenti menuntut pihak PTPN 7  terkait penguasaan lahan yang tidak pernah memberikan konvensasi apalagi sewa kepada Marga Pugung.

“Kami akan terus berjuang, karena sudah jelas penguasaan tanah oleh PTPN 7 harus dibatalkan demi hukum ,dan mengharapkan kepada pemerintah untuk bisa menjadi penengah yang adil dalam penyelesain tanah adat yang dikuasai PTPN 7 tersebut,” pungkasnya. (Sahirun/JJ)