Harianpilar.com, Bandarlampung – Dugaan ajaran aliran sesat di Ponpes Nur Ulum semakin menguat, terungkap setelah sebelumnya seorang mantan santri Ponpes tersebut Suharto. Kini muncul pernyataan dari seorang warga yang tinggal di sekitar lokasi Ponpes, yang menyatakan jika pimpinan Ponpes Adi Suhandoyo Alias Imam Al Ahdi Karamullah, memiliki belasan istri.
Menurut pengakuan salah seorang warga Sumberejo yang tidak ingin namanya disebutkan, Senin (9/2/2015) saat ditemui di kediamannya mengungkapkan, Ponpes Nur Ulum yang berada di Jalan Sejahtera gang melati Sumberejo , Kemiling, Bandarlampung itu, tidak seperi pesantren umumnya, sebab mayoritas santri yang bermukim di sana adalah orang-orang yang telah berkeluarga, dan juga aktivitas belajar mengajar tidak begitu terlihat di areal ponpes. Bahkan Ponpes tersebut sepi dan penghuninya jarang berbaur dengan masyarakat sekitar.
“Jarang bergaul dengan orang sini, kalau untuk keluar-keluar biasa, ya ada, tapi kalau untuk bersosialisasi dengan masyarakat itu kurang. Kalau kita mau ke sana untuk sholat dan ikut ngaji ya nggak apa-apa,” ujarnya.
Menurut sumber, jika kejadian tentang dugaan ajaran aliran sesat di Ponpes tersebut pernah terjadi beberapa tahun silam, bahkan sempat hampir terjadi bentrok antara warga dan penghuni Ponpes.
“Udah sering kalau pondok itu mah, dulu malah sampai mau ribut, kan pernah dijaga sama polisi sama tentara dulu itu karena takut anarkis,” ungkapnya.
Diungkapkan Sumber, Adi Suhandoyo Alias Imam Al Ahdi Karamullah memiliki istri sekitar 11-15 orang bahkan lebih, sebab istri-istri yang dinikahinya itu, ada yang menetap dan ada yang pergi.
“Istrinya mah banyak ada sekitar 11-15 lah, nikahnya nikah sirri nggak daftar di pemerintah, ka nada juga yang udah dinikahin, pergi lagi gitu,” paparnya.
Sementara itu, Pimpinan Ponpes Nur ulum Adi Suhandoyo, ketika ingin dikonfirmasi lebih lanjut, tidak dapat ditemui, salah seorang santrinya Muhamad Dhobit Asshomad mengatakan, jika Adi sedang sakit sehingga tidak dapat ditemui.
Shomad mengatakan jika yang diajarkan di Ponpes Nur Ulum, bukan ajaran sesat, namun lebih cenderung kepada pensucian jiwa.
“Di sini mah nggak ngajarin yang begitu, itu kan cuma kata Suharto mantan santri yang sudah DO. Itu fitnah, kita belajar tentang thoharoh di sini, gimana caranya menghilangkan sifat-sifat buruk dari diri kita,” urainya.
Bahkan Shomat menegaskan jika dirinya siap untuk diperiksa oleh majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Departemen Agama (Depag).
“Kita bukan siap aja, malah kita seneng kalau mau diperiksa, jadi kan ada cek and ricek bukan Cuma denger dari sebelah pihak aja,” ucapnya, seraya menjelaskan jika pada tahun 1997 tim dari Depag Kota Bandarlampung telah meninjau langsung ajaran Ponpes.
Lebih lanjut ia menjelaskan jika aktivitas belajar di Ponpes dilakukan 3 hari dalam 1 Minggu yakni senin, Rabu, Jumat dan terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar.
“Kita ngaji 3 hari seminggu, malem Senin, Rabu dan Jumat, siapa aja yang mau belajar ya ayuk sini, kita terbuka kok,” tuturnya.
Terpisah, Walikota Bandarlampung Herman HN mengatakan aliran sesat tidak boleh ada di Bandarlampung. “Enggak boleh ada aliran sesat ya,” ucap walikota, Senin (9/2/2015) ketika ditemui saat meninjau jembatan kuripan.
Bahkan Herman HN segera menginstruksikan kepada jajarannya untuk menutup Popes Nur Ulum tersebut. “Cepet dong ditutup, jangan lagi mau-lagi mau terus,” ucapnya. (Buchari/Juanda)