oleh

Lampung Terancam Krisis Air, Pangan dan Energi

Bandarlampung (Harian Pilar) – Provinsi Lampung menghadapi  tiga ancaman krisis di antaranya,  air, pangan, dan energi yang menjadi syarat utama kelanjutan kehidupan. Fenomena itu lebih banyak disebabkan salah urus lingkungan dan aset alam.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung  Bejoe Dewangga mengatakan, salah urus lingkungan dan aset alam tersebut terjadi secara akumulatif dan terus-menerus. Sebab, selama ini Lampung mengandalkan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) guna menopang perekonomian.

“Lampung menghadapi ancaman krisis tiga sektor utama kehidupan berkelanjutan, yaitu air, pangan dan energi,” katanya saat audiensi dengan DPRD Provinsi Lampung, di ruang rapat komisi, Selasa (20/4/15).

Salah urus pengelolaan SDA itu memicu terjadinya penurunan daya dukung lingkungan, penurunan kualitas lingkungan hidup dan menipisnya ketersedian sumber daya alam. Hal itulah yang dapat memicu krisis pangan,air, energi, serta bencana ekologis.

lebih lanjut Bejo menjelaskan, saat ini kebutuhan air sangat tinggi, sementara itu ketersediaan air layak konsumsi semakin terbatas. Hal itu disebabkan menurunnya kualitas air (akibat pencemaran, interusi dan kerusakan pada sumber air) serta kuantitas air. Berdasarkan hasil riset Walhi selama 10 tahun terakhir terhitung sejak 2003 lalu, di 5 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Lampung, debit air mengalami pengurangan.

“Seperti di sungai terbesar di Lampung, Sungai Way Sekampung. Kesimpulan riset kita, debit air semakin menipus. Bahkan, analisa kita di tahun 2022 Lampung semakin mengalami krisis air. Masuk musim kemarau DAS bisa mencapai titik 0, dan ketika banjir sebentar bisa mengalami banjir bah,” jelasnya.

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung Pattimura mengatakan, DPRD Provinsi Lampung akan menindaklanjuti semua laporan Walhi menganai kondisi lingkungan di Provinsi Lampung.

“Saya tahu bahwa Walhi sangat khawatir dengan pemasalahan lingkungan di Lampung, tapi yang jadi tantangan tenaga aktivis kita yang kurang, kemudian pemerintah sebagai pembuat kebijakan juga berganti-ganti, jadi permasalahan ini masih sulit untuk ditindak lanjuti, seharusnya yang harus lebih sadar kita semua untuk menjaga lingkungan,” jelasnya. (*)