Media ramai memberitakan pemilu Thailand menorehkan sejarah baru. Dan rakyat Thailand patut bergembira.
Karena anak-anak muda tampil ke muka. Membuka gerbang demokrasi. Setelah hampir satu dekade tertutup rapat. Dalam kendali militer. Dalam kuasa pemerintahan otoriter.
Partai Move Forward (MFP) jadi partai dengan peroleh kursi parlemen terbanyak. MFP mengantongi 151 kursi parlemen. Disusul Partai Pheu Thai dengan 141 kursi. Sama-sama dipimpin anak muda.
MFP dipimpin Pita Limjaroenrat. Berumur 42 tahun. Ia pengusaha dan mantan direktur eksekutif Grab.
Partai Pheu Thai, dipimpin Paethongtarn Shinawatra. Putri mantanĀ PMĀ Thailand Thaksin Shinawatra.
Para politisi muda Thailand ini berhasil meyakinkan pemilih. Dengan menawarkan gagasan reformatif. Mulai dari reformasi monarki dan militer. Hingga desentralisasi kekuasaan dan perekonomian.
Gagasan-gagasan ini sangat sensitif bagi penguasa disana. Tapi sangat diterima pemilihnya. Utamanya kalangan muda. Yang jenuh dengan pengaruh militer. Yang haus perubahan. Yang jumlahnya setengah dari 52 juta pemilih.
Pita Limjaroenrat digadang menjadi perdana menteri. Tapi jalannya masih terjal. Masih perlu berjuang keras. Untuk dua hal :
Menggalang koalisi : karena ada aturan 250 dari 750 kursi parlemen merupakan perwakilan militer.
Mencegah potensi kudeta : karena Thailand memiliki catatan kudeta dua kali oleh militer terhadap pemerintah terpilih.
Meski jalan untuk menguasai pemerintahan masih panjang nan terjal. Setidaknya kemenangan perolehan kursi parlemen itu jadi jalan bagi demokrasi. Yang lama mati. Yang dirindukan rakyat Thailand.
Politisi muda Thailand telah menunjukkan, perjuangan mereka bukan soal yang muda melawan yang tua. Bukan soal kesopan-santuan. Bukan soal etika moral. Tapi soal keinginan kuat menegakkan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki. Soal memperjuangkan hak-hak dasar sebagai manusia. Soal mengikis prilaku feodalistik yang usang.
Keberhasilan politisi muda Negara Gajah Putih ini. Harus jadi semangat. Jadi contoh. Jadi pemantik. Bagi politisi muda Indonesia. Yang akan bertarung di Pileg 2024.
Meski kalah jam terbang. Politisi muda memiliki kelebihan. Lebih energik. Lebih melek teknologi. Lebih peka membaca kehendak pemilih. Lebih banyak jumlahnya.
Tapi kelebihan itu saja tak cukup. Politisi muda juga harus memiliki gagasan yang bernas. Menjawab tantangan. Berorientasi perubahan. Menuju kemajuan bersama.
Dan gagasan paling bernas itu jika bersumber dari akar rumput. Adanya di gang-gang sempit sudut kota. Di pabrik-pabrik. Di kampung-kampung kumuh. Di pelosok-pelosok desa.
Ide dan gagasan itu tak bisa di dapat. Jika diteropong dari atas menara gading.
Harus bisa mencium keringat rakyat, agar tau kerasnya hidup.
Harus bisa meresapi tangisanya, agar tau perihnya kehidupan.
Harus bisa mendengar rintihannya, agar paham penderitaanya.
Dan munculkan ke permukaan apa yang dirasa, dilihat, dan didengar dari rintihan rakyat itu. Perjuangkan dengan hebat. Perdebatkan dengan sengit.
Jangan hanya beretorika soal kemiskinan dan ketertinggalan. Jangan hanya membual soal keadilan dan kebebasan.
Agar yang muda tak hanya sekedar memperpanjang barisan, tak hanya ikut paduan suara nyanyian lagu “setuju”. Begitu kata Iwan Fals.
@micoranau