Harianpilar.com, Bandarlampung – Indikasi adanya praktik korupsi kolusi dan nepostisme (KKN) dalam pelaksanaan proyek Rehabilitasi Jaringan Daerah Rawa Mesuji – Tulangbawang tahun 2015 milik Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung (BBWSMS) bukan hanya terlihat dari parahnya kerusakan dan rendahnya kualitas proyek tersebut. Tapi lolosnya proyek tersebut dalam proses pre hand over (PHO) dan final hand over (FHO) mengindikasikan adanya ‘main mata’ antara rekanan dengan oknum di BBWSMS.
Apa lagi, proyek yang dikerjakan oleh PT.Asmi Hidayat dengan Surat Penunjukkan Nomor KU.03.01/SPPBJ/SNVT.PJPAMS/IRA.III/45 tertanggal 03 Juni 2015, dan Nilai kontrak Rp12,440,296,000 dengan Nomor Kontrak HK.02.07/08/SNVT-PJPAMS/IRA-III/VI/2015 tertanggal 09 Juni 2015 ini dari awal proses pengerjaan memang sudah terindikasi menyalahi ketentuan.
“Jika melihat fakta-fakta yang disampaikan media massa belakangan ini, memang indikasi adanya KKN dalam pelaksanaan proyek itu sangat terlihat. Seharusnya pihak BBWSMS dan konsultan pengawas sejak awal memerintahkan rekanan melakukan perbaikan, ini sampai proyek selesai dibiarkan saja. Padahal masyarakat sudah minta dilakukan perbaikan karena dari awal pengerjaan sudah terlihat indikasi penyimpangannya,” ujar Tim Kerja Institute on Corruption Studies (ICS), Apriza, saat dimintai tanggapannya, Selasa (2/8/2016).
Yang lebih parahnya lagi, lanjut Apriza, proyek dengan kerusakan parah dan berkualitas meragukan seperti itu bisa lolos FHO dan PHO.”Kenapa bisa lolos PHO dan FHO? Seharusnya pihak BBWSMS bersikap tegas menolak PHO dan FHO sebelumnya proyek itu sesuai dengan kontrak dan RAB. Jadi wajar jika muncul adanya dugaan KKN Berjamaah,” cetusnya.
Apriza berjanji secepatnya akan melaporkan masalah ini kepenegak hukum dan melaporkannya ke Dirjend Pengelolaan Sumberdaya Air Kemenpupera.”Ini harus diusut secara hukum, dan Kementerian harus tau juga seperti apa pelaksanaan proyek-proyek yang di danai APBN di daerah,” pungkasnya.
Pihak BBWSMS hingga kini belum memberikan tanggapan terkait masalah ini, berulang kali dikonfirmasi Bagian Humas BBWSMS tidak menjawab meski ponselnya selalu dalam keadaan aktif. Sementara, Iwan, Staf ADM PT Asmi Hidayat saat dikonfirmasi melalui telepon kantornya mengatakan, bahwa persoalan proyek itu sudah menjadi tanggung jawab BBWSMS. Sebab, proyek itu sudah melewati proses PHO dan FHO.”Coba tanya ke Balai aja mas, itukan sudah PHO dan FHO. Terkecuali belum PHO dan FHO,” tutupnya.
Untuk diketahui, proyek Rehabilitasi Jaringan Daerah Rawa Mesuji – Tulangbawang tahun 2015 milik Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung (BBWSMS) diduga kuat sejak awal pengerjaan memang sudah menyimpang. Kini kondisi proyek tersebut mengalami kerusakan parah, serta memicu banjir hingga ke perumahan warga saat air pasang dan merusak jalan.
Proyek yang dikerjakan oleh PT.Asmi Hidayat dengan Surat Penunjukkan Nomor KU.03.01/SPPBJ/SNVT.PJPAMS/IRA.III/45 tertanggal 03 Juni 2015, dan Nilai kontrak Rp12,440,296,000 dengan Nomor Kontrak HK.02.07/08/SNVT-PJPAMS/IRA-III/VI/2015 tertanggal 09 Juni 2015 ini dari awal proses pengerjaan disinyalir sudah menyalahi ketentuan, terutama dalam kualitas maupun kuantitas pekerjaan.
Pekerjaan rehap saluran primer, rehap saluran skunder, pembersihan lapangan, perkuat tebing dengan kayu gelam tidak dilaksanakan sepenuhnya atau tidak sesuai kontrak. Sehingga kualitas proyek ini sangat meragukan, itu terlihat dari banyaknya terjadi abrasi dan ambrol, dan memicu banjir. Parahnya, perbaikan yang dilakukan oleh rekanan hanya sekedarnya saja dengan memasang pembatas karung.
“Ya dari awal pelaksanaan proyek ini sudah asal-asalan. Tapi saat ditegor katanya mau diulang. Kenyataan sampai saat ini tidak dilakukan perbaikan secara komprehensif, perbaikan hanya sekedarnya saja dengan manual menggunakan karung. Tapi abrasi dan banjir saat air pasang tetap terjadi,” tegas Hartopo, Anggota DPRD Kabupaten Mesuji, Senin (1/8/2016).
Hartopo heran proyek yang menelan anggaran belasan miliar tapi pengerjaanya dan kualitasnya sangat rendah.”Anggarannya belasan miliar.Tapi pengerjaannya dan kualitasnya asal-asalan,” ujarnya.
Bahkan, pada proses penimbunan volumenya disinyalir jauh dari ketentuan dalam RAB, begitu juga penggunaan kayu gelam volumenya diduga tidak sesuai yang ditentukan dalam kontrak.
“Pelaksanaan proyek itu memang diduga tidak sesuai ketentuan. Itu sangat terlihat di daerah Desa Sidang Sidorahayu Rawajitu Utara pengerukan kanalnya tidak pakai ponton. Tanah penimbunan tanggulnya juga kurang, sehingga air naik ke jalan dan perumahan warga saat air pasang,” tegas Hartopo.
Parahnya lagi, menurut Hartopo, jarang pancang di proyek itu sangat lebar sehingga menyebabkan jalan darat mengecil.”Akibat jarak pancang dengan pancang lebar, jalan di darat mengecil,” tandasnya.
Kondisi proyek itu diperparah oleh penggunaan kayu gelam yang diduga tidak sesuai ketentuan baik dalam jumlah maupun jarak penanamannya.”Pengerjaan proyek ini sangat mengecewakan, padahal anggaran yang dihabiskan sangat besar,” pungkasnya. (Tim/Mico P)