Harianpilar.com, Mesuji – Direkseleria Direktorat Ketanan Panggan Kementerian Pertanian RI Dr. Ir. Nandar Sunandar M.P menjanjikan harga gabah kering giling (GKG) naik dan sesuai harga pemerintah. Hal itu taklain mengigat kondisi harga gabah kering di Kabupaten Mesuji turun drastis hingga menyebabkan petani padi menjerit.
Direkseleria Direktorat Ketanan Panggan Kementerian Pertanian Dr. Ir. Nandar Sunandar M.P, mengatakan, harga GKG padi memang tidak sesuai dengan harga jual. Ditambah banyaknya tengkulak yang menampung dengan harga yang murah, sehingga menyebabkan harga gabah tidak sebanding dengan hasil panen.
“Kita harapkan dengan hasil panen perdana yang dilaksanakan hasil program cetak sawah hari ini memang sagat memuaskan. Diharapkan kedepan hasilnya dapat lebih maksimal lagi dari hasil panen saat ini,” kata dia pada panen raya di Desa Tebing Karya Mandiri (TKM), Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji, seluas 200 hektar, Kamis (31/3/2016).
Dalam panen raya perdana dilahan program cetak sawah, turut hadir, Direkseleria Direktorat Kementan RI, Wakil Gubernur Lampung, Bachtiar Basri, Kepala Dinas Pertanian Provinsi, Bupati Mesuji, Wakil Bupati, Ketua DPRD mesuji, Dandim 0426 Tulangbawang, Kepala Dinas Pertanian Tulangbawang dan pejabat teras provinsi, kementan dan Mesuji.
Sementara Bupati Mesuji Khamami, menggatakan dengan hasil panen perdana padi dilahan program cetak sawah memang saat ini sagat luar biasa dan tidak mengalami gagal panen. Namun, yang menjadi persoalan ditingkat petani taklain harga jual gabahnya yang menjadi kendala.
“Persoalan utama yakni harga gabah yang terlalu rendah ditambah pasang surutnya kondisi lahan pertanian. Untuk itu, bulog diminta untuk turun tanggan membeli hasil panen petani. Karena, tanpa adanya turun campurnya bolog maka petani akan selalu menjerit karena tidak sesuai dengan apa dihasilkannya,”jelas Khamami.
Sebab, lanjut Khamami, hasil panen padi mesuji hampir rata-rata mencapai 5,4 Kg beras. Sedangkan hasil GKG perhektarnya mencapai 9 ton. Tetapi bila harga jualnya rendah maka petani akan menjerit. Ditambah lahan sawah dimesuji memang merupakan lahan gambut.
“Lokasi lahan pertanian dimesuji merupakan lahan gambut pasang surut. Berbeda dengan lahan sawah yang menggunakan sistem irigasi teknis. Pada lahan ini pengairan dilakukan melalui saluran yang menampung air,”imbuhnya.
Takhanya itu, hambatan yang dirasakan petani dimesuji terutama pada musim kemarau yakni air yang menjadi payau sehingga dapat merusak tanaman. Pada awal 2016 ini petani dibeberapa desa mengalami gagal tanam karena air payau akibat curah hujan yang belum merata. Namun beban yang dirasakan petani sebagian menjadi berkurang dengan bantuan dari pemerintah melalui cadangan benih nasional.
“Hambatan lainnya yang ditemui dilahan rawa gambut pasang surut ini yakni rumput yang tumbuh subur. Untuk itu, mohon bantuan kepada kementerian RI untuk dilakukan upaya penangganan dengan menggunakan berbisida pra tumbuh. Takberhenti disitu saja, lahan gambut ini mudah longsor sehingga mudah terkena abrasi,” tukasnya.
Hal senada dikatakan Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Panggan dan Holtikultural (DPTH) Mesuji Anca Martha Utama, menggatakan, Meskipun baru pertama hasil namun ini merupakan tantangan bagi kami dalam menggenjot hasil pertanian. Terlebih, Saat ini ditahun 2015 Mesuji telah berkontribusi sebanyak 207.613 ton GKG dari target 199.736 ton. Artinya Mesuji menyumbang sebesar 106,12 persen (surplus).
“Sebagai salah satu lumbung beras diprovinsi lampung yang mensuplai gabah, dengan produksi 9 ton perhektar Gabah Kering Panen (GKP) atau sekitar 5,8 ton beras. Tetapi harga jual yang begitu rendah berkisaran Rp3000/kilo Gram (KG) sampai Rp3200/kilo gram dan perlu perhatian khusus,”tukasnya. (Sandri/Mar)