Harianpilar.com, Lampung Selatan – Predikat terburuk yang sandang Dinas PU Lampung Selatan (Lamsel), lantaran dinilai gagal dalam menjalankan program pembangunan di Lamsel terbukti. Terlebih, sejumlah pelaksanaan proyek pembangunan mulai dari tahun 2014 hingga 2015 ditenggarai bermasalah dan berpotensi merugikan Negara.
Hal ini terungkap di beberapa pelaksanaan proyek yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan tehnis. Bahkan, di anggaran 2014, Dinas PU juga diduga melakukan kelebihan pembayaran proyek sebesar Rp924 juta.
Beberapa proyek tahun 2014 hingga 2015 yang diduga bermasalah yakni, Proyek Penyedian fasilitas kuliner TPI BOM Kalianda tahun 2014, Pembangunan GOR Mini Kalianda tahap 4, peningkatan jalan s/d hotmix ruas Giri Jaya-Giri Mulyo dan Fajar Baru-Karang Sari tahun 2014, peningkatan jalan s/d latansir Pasar Natar-Merak Batin tahun 2014 dan rehabilitas jalan komplek Pemda Lamsel tahun 2015.
Kondisi yang sama juga terjadi pada proyek pembangunan gedung kantor BKKBN, yang baru saja PHO, kondisi bangunannya sudah retak-retak.
Eksekutif Kota Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EK-LMND) bersama Perjuangan Rakyat Nusantara (Pernusa) Lampung Selatan (Lamsel) mengungkapkan, adanya kebobrokan sistem yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum (PU) terhadap sejumlah pembangunan di Lamsel, dimana telah terjadi kongkalikong antara oknum Dinas PU dengan pihak ketiga (Pemborong_red) dalam sejumlah pekerjaan yang ada.
“Tidak bisa dipungkiri, bukan rahasia umum lagi setor menyetor yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum Lamsel antara Pemborong dan pihak Dinas PU, serta kongkalikong antara keduanya. Kita lihat Pembangunan di Lampung Selatan yang dikaper di Dinas PU seperi pembangunan jalan, TPI dan GOR yang tidak sesua bestek dan RAB. Bahkan pembangunan gedung BKKBN yang baru di PHO sudah retak,” ungkap Ketua EK LMND Lamsel Dedi, saat menggelar aksi demo di kantor Dinas PU Lamsel, Selasa (12/1/2016)
Dikatakannya, dalam hal ini pihaknya menilai jika sistem ini terus terjadi dan tidak ada penindakan tegas dari pihak terkait, maka tidak menutup kemungkinan pembangunan-pembangunan yang akan dibangun jelas usianya tidak akan bertahan lama, sehingga Lamsel akan tertinggal dari Kabupaten lainnya.
“Jika ini terus terjadi, maka Kabupaten Lampung Selatan menjadi Kabupaten termiskin,” tambahnya.
Dedi juga menungkapkan, jika pihaknya menemukan indikasi kelebihan pembayaran pada proyek 2014 sebesar Rp924 juta.
“Kami pernah meminta menarik kelebihan pembayaran dan menyetorkan ke kas daerah Lamsel, namun kata pihak Dinas kelebihan anggaran sudah dikembalikan. Namun kami meminta bukti pengembalian anggaran tersebut, akan tetapi pihak dinas menanyakan balik, apa fungsi dari kalian (mahasiswa), sebab ini masalah Dinas dan Kedinasan,” lanjutnya, seraya mengikuti ucapan pegawai di dinas tersebut.
Untuk itu, tegas Dedi, pihaknya mendesak aparat penegak hukum, baik Kejaksaan maupun Kepolisian untuk segera melakukan penyidikan terhadap temuan tersebut. Serta menindak tegas oknum intelektual yang bertanggungjawab dalam permasalahan tersebut. (Saipul/Juanda)