Harianpilar.com, Bandarlampung – Gubernur Lampung M Ridho Ficardo diminta untuk meninjau dan mempertimbangkan kembali untuk menerima jabatan sebagai Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Lampung. Pasalnya, terdapat aspek hukum yang harus di indahkan dan tidak diabaikan.
Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Lampung, Juniardi, mengatakan, sebaiknya Gubernur Lampung meninjau kembali dan mempertimbangkan aspek hukum atas jabatan rangkap sebagai Ketua Koni Lampung. “Kita wajib ingatkan Gubernur agar tidak terjebak pelanggaran hukum. Kita cinta gubernur, Gubernur Lampung itu cuma satu, hendaknya bisa menjadi contoh terhadap kepatuhan hukum. Jangan menjadi contoh yang menabrak aturan hukum,” kata Juniardi, Senin (24/8/2015).
Juniardi merinci adanya beberapa aturan yang dilanggar Gubernur Ridho Ficardo, jika posisi ketua KONI diteruskan. Antara lain, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, pada Pasal 40 jelas bahwa Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Keolahragaan yakni Pasal 56 yang menjelaskan, pada ayat (1), bahwa Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan Publik.
Lalu di ayat (2) menjelaskan bahwa Dalam menjalankan tugas, kewajiban, dan kewenangannya, pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bebas dari pengaruh dan intervensi pihak manapun untuk menjaga netralitas dan menjamin keprofesionalan pengelolaan keolahragaan.
Sedangkan di ayat (3) juga menyatakan Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memegang suatu jabatan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai negeri sipil dan militer dalam rangka memimpin satuan organisasi negara atau pemerintahan, antara lain, jabatan eselon di departemen atau lembaga pemerintahan nondepartemen.
Pada ayat (4) dikatakan Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memegang suatu jabatan publik yang diperoleh melalui suatu proses pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui pemilihan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, antara lain Presiden/Wakil Presiden dan para anggota kabinet, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, anggota DPR-RI, anggota DPRD, hakim agung, anggota Komisi Yudisial, Kapolri, dan Panglima TNI.
Hal itu harus dipatuhi oleh para pejabat publiknya, termasuk para kepala dinas, anggota DPRD, dan pejabat publik lainnya. “Sudah jelas dalam UU, Peraturan pemerintah, Peraturan menteri, hingga Edaran Mendagri, dan KPK, melarang. Jangan sampai melanggar hukum secara jamaah.
“Jika ada daerah lain yang tetap melakukan itu, hanya ada 4 daerah, dari 34 provinsi, Tapi ingat pusat tidak akan bersikap toleransi terhadap pelanggar hukum,” tandasnya.
Juniardi juga mengingatkan adanya Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 800/148/sj 2012 tanggal 17 Januari 2012 tentang Larangan Perangkapan Jabatan Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah pada Kepengurusan KONI, PSSI Daerah, Klub Sepakbola Profesional dan Amatir, serta Jabatan Publik dan Jabatan Struktural.
Serta Surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No B-903 01-15/04/2011 tertanggal 4 April 2011 tentang hasil kajian KPK yang menemukan adanya rangkap jabatan pejabat publik. (Juanda)