Harianpilar.com, Bandarlampung – Dugaan penyimpangan sejumlah proyek yang dikelola oleh Bagian Perlengkapan Sekretariat Daerah (Setda) Pemkab Tulangbawang Barat (Tubarat) tahun 2014 mengindikasikan adanya prakti Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) secara berjamaah. Sebab, perealisasian anggaran-anggaran itu tidak mungkin hanya dilakukan satu pihak saja.
Direktur Eksekutif Sentral Investigasi Korupsi Akuntabilitas Hukum dan HAM (SIKK-HAM) Lampung, Handri Martadinyata. SH, mengatakan, sangat jarang sekali terjadi tindak pidana korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) itu hanya dilakukan oleh satu orang. Dalam banyak kasus, jelasnya, rata-rata melibatkan banyak pihak atau berjamaah.
Dalam kontek dugaan penyimpangan sejumlah proyek di Bagian Perlengkapan Setda Pemkab Tubarat, lanjutnya, juga bisa jadi mengindikasikan hal serupa. Apa lagi, jelasnya, ada dugaan pemecahan paket proyek dan dugaan mark-up anggaran.”Jika nantinya terbukti dugaan pemecahan paket itu terindikasi untuk menghindari tender, maka kecil kemungkinan hanya dilakukan oleh satu orang. Publik dan elemen masyarakat harus mendesak penegak hukum mengusut masalah ini dan mengungkap secara jelas motifnya,” ujar Handri saat dimintai tanggapannya, Senin (18/5/2015).
Menurut Handri, masalah di Bagian Perlengkapan Tubarat ini juga bisa dijadikan ‘pilot project’ bagi penegak hukum agar menjadi pelajaran bagi semua pihak.”Informasi yang disampaikan media massa ini memang baru sebatas dugaan, sebagai bentuk kontrol. Tapi sudah bisa dijadikan pintu masuk bagi penegak hukum. Jadikan ini pelajaran bagi semua pihak agar tidak terjadi lagi,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah proyek yang dikelola oleh Bagian Perlengkapan Sekretariat Daerah (Setda) Pemkab Tulangbawang Barat (Tubarat) tahun 2014 diduga sarat masalah. Hal ini terlihat dari besaran nilai kegiatan yang cenderung tidak realistis dan adanya indikasi pemecahan paket proyek. Seperti pada Kegiatan Pengadaan Perlengkapan rumah Jabatan /Dinas. Terdapat dua paket proyek untuk Pengadaan Kursi Kerja Rumah Jabatan /dinas. Yang bertama senilai Rp40 juta dengan volume satu (1) unit kursi. Dan terdapat juga paket Pengadaan Meja Kerja Rumah Jabatan/dinas senilai Rp75 juta dengan volume satu (1) unit juga.
Kemudian, pada kegiatan yang sama yakni Pengadaan Perlengkapan Rumah Jabatan / Dinas. Terdapat dua paket Pengadaan Lampu Hias rumah Jabatan / dinas. Yang pertama senilai Rp100 juta dengan volume 1 unit dan terdapat juga paket Pengadaan Lampu Hias rumah Jabatan / dinas senilai Rp100 juta dengan volume 2 bulan.
Selain itu juga terdapat paket-paket yang juga diduga sarat permainan. Yakni pada Kegiatan Pengadaan Perlengkapan Gedung Kantor dengan paket proyek Pengadaan Ac Split senilai Rp200 juta dengan Volume 1 buah. Kuat dugaan harga pengadaan AC ini dimark-up karena jauh dari harga pasaran.
Dugaan mark-up ini juga semakin diperkuat pada paket Pengadaan Telphone/smartphone senilai Rp30 juta dengan Volume 1 buah dan Pengadan Tv Rumah Jabatan /Dinas senilai Rp150 juta dengan Volume 1 buah. Harga kedua barang yang diadakan ini jauh dibawah pagu yang ditentukan.
“Dalam Pepres 54 yang telah diubah menjadi Perpres 70 tahun 2012, pada pasal 24 ayat 3 disebutkan bahwa Menggabungkan atau memecah paket pekerjaan bisa memicu praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN),” cetus Koordinator Tim Kerja Institute on Corruption Studies (ICS), Apriza, baru-baru ini.
Menurutnya, dalam perpers tersebut memang dijelaskan bahwa Pemecahan atau penggabungan paket bisa dilakukan dengan pertimbangan yang jelas dan sesuai dengan prinsip pengadaan yang efektif dan efisien, pemecahan paket dapat dilakukan karena perbedaan target penyedia, perbedaan lokasi penerima/pengguna barang yang cukup signifikan, atau perbedaan waktu pemakaian dari barang dan jasa tersebut.
“Kalau saya lihat, paket proyek di Bagian Perlengkapan Tubarat itu kan satu kegiatan, lokasi juga sama, waktu juga sama. Terus kenapa dipecah? Ini patut diduga sengaja dilakukan,” terangnya.
Dalam Perpres tersebut pada Huruf (c), jelasnya, ditegas tindakan memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud mengambil keuntungan satu pihak atau banyak pihak merupakan tindakan yang bisa dipidana.
“Penegak hukum sudah bisa masuk dan mengusut masalah ini.Unsur-unsur petunjuk awal sudah terpenuhi. Dan jika terbukti motif pemecahan paket itu dilakukan untuk menghindari tender, maka penegak hukum bisa menggunakan Undang-undang (UU) No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegasnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala Bagian Perlengkapan Pemkab Tubarat, Apriyansyah, enggan berkomentar dan terkesan buang badan.”Maaf saya sudah ditunggu Sekda kita mau rapat. Bagaimana lain kali saja. Lagian juga saya ini baru menjabat sebagai kepala bagian di setker ini beberapa bulan lalu. Sekali lagi saya minta maaf,” tutupnya. (Epriwan/Juanda)