Harianpilar.com, Metro – Jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di kota Metro cenderung fluktuatif dalam kurun waktu 7 tahun sebelumnya (2007 s/d 2013) lalu. Sesuai data yang dihimpun tim pencegahan pengendalian penyakit dan penyehatan masyarakat Dinas Kesehatan setempat, jumlah kasus DBD terhitung sejak Per-Desember 2014 sampai Per-januari 2015 sebanyak 146 kasus (2014), 73 Kasus dengan 7 suspek DBD (2015).
Kepala Dinas Kesehatan Kota Metro Maryati, SKM didampingi Sekretaris Dr.Silfia menjelaskan, penyakit DBD sudah menjadi penyakit endemis di Indonesia, dalam waktu 5 tahun sekali terjadi kejadian luar biasa (KLB). Seluruh Indonesia beresiko terjangkit penyakit tersebut, berkacamata dari sebelumnya penyakit DBD di Kota Metro yang cenderung fluktuatif meski mengalami penurunan angka kasusnya, tetap perlu dilakukan penanganan serius.
Upaya yang dilakukan, lanjut Maryati, Dinkes terus melakukan himbauan melalui surat edaran Walikota ke Rumah Sakit/ Puskesmas dan Klinik serta para Camat se-Kota Metro, tentang kewaspadaan dini penyakit DBD. Kemudian melakukan Drop Larvasida ke seluruh Puskesmas dan Puskesmas pembantu, puskeskel serta posyandu, dalam rangka abatisasi masyarakat.
Dijelaskan pula oleh Maryati, secara factual juga dilakukan guna peminimalisir penyebaran penyakit DBD secara promotif, preventif dan kuratif. Melakukan monitoring, penyuluhan kepada masyarakat dalam setiap agenda kegiatan kesehatan dalam rangka penggerakan kepedulian masyarakat untuk melakukan 3M-Plus. Dan melakukan tindak lanjut laporan kasus DBD dari RS dan Puskes ataupun laporan warga berupa konfirmasi diagnosa dan melakukan penyelidikan epidomilogi dan fogging focus jika DBD positif.
“Inilah hal selama ini dilakukan Tim Dinas Kesehatan dalam penanggulangan penyakit atau virus penyakit musiman, hal ini juga dilakukan dalam rangka pencegahan dini penyakit Diare, Muntaber dan TBC bukan hanya DBD menjadi endemis,” ungkap Maryati, di ruang kerjanya, Senin (2/1/2015).
Dan yang sangat di tegaskan kembali, Maryati menegaskan, mengutip tentang Fogging Fokus hanya dilakukan bilamana hasil diagnosa bila penderita yang terjakit DBD positif maka kediamannya akan langsung dilakukan pengasapan, jika masih Suspek Dinas tidak akan melakukan pengasapan begitu juga dengan lingkungannya.
“Artinya Fogging focus hanya dilakukan pada lokasi penderita yang dinyatakan positif DBD bukan Suspek ataupun lingkungan sekitarnya. Sebab racun dari obat Fogging tersebut akan menjakit anak-anak dan Balita yang masih senang bermain,yang masih suka menyentuh apa saja yang anak tersebut lihat dan kemudian dimasukkan dalam mulut, yang efeknya 1 sampai 3 bulan anak akan mengalami batuk-batuk yang besar kemungkinan terjadi wabah TBC,” jelasnya.
Maryati menambahkan, tindakan yang tepat dalam pencegahan wabah DBD adalah melakukan 3 M-Plus dan menabur bubuk abate yang secara gratis dapat di ambil di setiap Puskesmas tersebar di Kota Metro. Dan Dinkes juga sejak 2 tahun lalu seudah membentuk kader di setiap lini Kelurahan Juru Pemantau Jentik (JUmantik) dalam rangka mencapai Angka bebas jentik (ABJ) >95% di Kota Metro dengan cara berkesinambungan dilakukan. (Romzi/JJ).