Harianpilar.com, Bandarlampung – Perkumpulan Advokat Perempuan Lampung (PAPELA) mengecam dan pembunuhan keji terhadap Riyas Nuraini (30), warga Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur (Lamtim), Lampung.
Untuk diketahui, kasus pembunuhan terhadap kader Fatayat NU di Lampung Timur belum terungkap. Korban yang bernama Riyas Nuraini (30) ditemukan tewas di tengah kebun jagung di Labuhan Ratu, Lampung Timur, Kamis (18/7/2024) sekira pukul 10.00 WIB. Kondisi jasad korban terbungkus karung dan motor diletakkan di sampingnya.
Ketua PAPELA, Nina Zusanti,SH,MH mengatakan, pihaknya telah melakukan penelusuran lapangan, puldata serta informasi terkait kasus tersebut. Pihaknya pun telah menemukan sejumlah fakta dari hasil penelusuran tersebut.
Pertama, Jasad Riyas Nuraini ditemukan terbungkus karung dan diikat pada sebuah motor di tengah kebun jagung. “Hal ini mengindikasikan dugaan kuat bahwa korban dibunuh dan jasadnya disembunyikan dengan sengaja,” ungkapnya dalam siaran persnya, Selasa (30/7).
Kedua, dari hasil visum awal, polisi mendapati ada sejumlah luka pada tubuh korban, termasuk di kepala, wajah, tangan, kaki, hingga leher yang nyaris putus. Ketiga, Riyas Nuraini dilaporkan hilang oleh keluarganya satu hari sebelum jasadnya ditemukan. “Menurut keterangan suaminya, Riyas Nuraini terakhir terlihat saat akan mengantar pesanan buah matoa,” terusnya.
Keempat, Lokasi temuan jasad Riyas Nuraini yang terbungkus karung diketahui tidak jauh dari tempat tinggalnya. “Dari informasi yang dihimpun, lokasi hanya berjarak tiga kilometer dari rumah korban,” ungkapnya.
Kelima, disampaikan pihak kepolisian bahwa perhiasan yang dikenakan korban masih utuh, namun beberapa barang milik Riyas Nuraini diketahui raib. “Gawai, tas yang berisi uang, serta kartu ATM milik korban raib saat jasadnya ditemukan,” ungkapnya lagi.
Berdasarkan uraian dimaksud, lanjut dia, PAPELA berpendapat bahwa pembunuhan Riyas dikategorikan sebagai kejahatan femisida. “Femisida atau feminisida adalah sebuah istilah kejahatan kebencian berbasis jenis kelamin, yang banyak didefinisikan sebagai “pembunuhan intensional dari kaum perempuan (wanita atau gadis) karena mereka adalah perempuan,” jelasnya.
Disampaikannya, motif yang kerap diterapkan oleh pelaku femisida menunjukkan kemiripan di setiap kasusnya. “Pola yang mereka gunakan biasanya sangat kental dan sarat akan sadisme berlapis terhadap perempuan, seperti penganiayaan, pemerkosaan, penelanjangan, hingga pembunuhan,” terangnya.
Menurutnya, Femisida berbeda dengan pembunuhan pada umumnya karena mengandung aspek ketidaksetaraan gender, dominasi, agresi, dan opresi. “Femisida juga merupakan buah dari misoginis dan budaya patriarki yang mengakar kuat,” terusnya.
“Adanya kasus pembunuhan Riyas mengindikasikan secara jelas bahwa Indonesia telah gagal melindungi keselamatan dan keamanan perempuan,” imbuhnya.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, masih kata dia, PAPELA sebagai Lembaga yang selama ini konsern mendorong penegakan hukum dan HAM termasuk didalamnya Penghapusan Kekerasan Seksual.
“Dan dengan ini menegaskan Menyampaikan keprihatinan mendalam mengecam atas pembunuhan keji terhadap Riyas Nuraini (30), warga Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur, Lampung,” tegasnya.
Kemudian, PAPELA juga mendesak kepada Kapolda Lampung untuk mengidentifikasi femisida dan membangun penilaian tingkat bahaya bagi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.
Menurutnya, langkah ini bertujuan agar dalam proses identifikasi korban, aparat dapat menggali fakta terkait faktor-faktor seperti relasi kuasa, riwayat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ancaman, upaya manipulasi oleh pelaku, serta kekerasan seksual. “Secara hukum, penanganan kasus femisida diatur melalui ketentuan tindak pidana penghilangan nyawa atau tindak pidana yang menyebabkan kematian,” ungkapnya.
Kemudian, mendesak Pemerintah Provinsi Lampung beserta pemda kabupaten/kota mengambil langkah teknis untuk peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai ancaman femisida terhadap perempuan.
Lebih lanjut, PAPELA juga mendesak lembaga legislatif, membentuk regulasi mekanisme pencegahan oleh pemerintah untuk menghindari kekerasan dalam relasi personal yang berujung pada kematian. “Terakhir, mengajak seluruh elemen masyarakat membangun sistem pengamanan sosial yang komprehensif dengan meningkatkan kapasitas dan peran serta masyarakat dalam pencegahan terjadinya femisida,” tutupnya. (Ramona).