oleh

Kasus KONI Terancam “Kedaluwarsa”

Harianpilar.com, Bandarlampung – Proses penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan penyimpangan anggaran Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Lampung tahun 2020 terancam ‘Kedaluarsa’.

Sebab penangan kasus itu diduga telah melewati batas waktu yang diatur dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja) 039 Tahun 2010. Terlebih, hingga kini Kejati Lampung belum juga menetapkan tersangka kasus itu meski sudah memeriksa puluhan saksi.

Dalam pasal 5, Perja 039 tahun 2010 itu, point (1) disebutkan jangka waktu penyelidikan tindak pidana korupsi adalah paling lama 14 (empat belas) hari kerja dan dapat diperpanjang selama 14 (empat belas) hari kerja.

Ayat (2) menyebutkan, jangka waktu penyelidikan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila masih diperlukan dengan alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan dapat diperpanjang kembali untuk paling lama 14 (empat belas) hari kerja, atas dasar permohonan dari Tim Penyelidik kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus/Kepala Kejaksaan Tinggi/Kejaksaan Negeri/Cabang Kejaksaan Negeri dengan menjelaskan alasan perpanjangan waktu penyelidikan.

Pada ayat (3), untuk Kejaksaan Negeri tipe B di luar Jawa, Madura dan Bali, waktu penyelidikan dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi geografis setempat atas kebijakan pimpinan untuk paling lama 20 (dua puluh) hari kerja pada setiap penerbitan Surat Perintah Penyelidikan.

Ayat (4) menyebutkan, setelah habis masa perpanjangan ke-2 (kedua) sebagaimana dimaksud ayat (2), penyelidikan harus dianggap selesai dengan putusan dari Pimpinan.

Penangan kasus dana hibah KONI Lampung 2020 memang dinilai aneh oleh Pengamat Hukum Unila Eddy Rifai.”Ini yang jadi aneh. Karena seharusnya kalau sudah penyidikan, sudah ada dua alat buktinya, segera sudah ada tersangkanya,” kata pengamat hukum Unila, Eddy Rifai, saat dimintai pendapat terkait lamanya proses penyidikan Kasus KONI Lampung, Senin (4/7).

Eddy menjelaskan, dalam penetapan tersangka minimal harus ada dua alat bukti. “Mungkin alat buktinya yang belum dapet,” kata dia.

Kemungkinan lain, jelas Eddy, misalnya kerugian negaranya yang sedang dihitung oleh BPK belum dapat. “Dan di BPK itu biasanya bisa sampai setahun,” ungkapnya.

Ia mencontohkan, seperti kasus Jalan Ir. Sutami dengan tersangka Engsit, dalam sidang praperadilan belum ada perlindungan negara. “Dan perlindungan negara ini udah dua tahun belum keluar juga,” ungkapnya.

Kendati demikian, Eddy menduga kemungkinan ada intervensi dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejati Lampung. “Intervensi itu mungkin saja ada. Karena ini menyangkut, misalnya ketua KONI nya pejabat, dan sejumlah pengurus KONI juga pejabat. Bisa saja melibatkan pejabat intervensi itu tinggi, tapi kita tidak bisa membuktikannya intervensinya seperti apa,” bebernya.

Disinggung apakah penyidikan kasus KONI terancam kadaluarsa seperti mengacu Perja 039 tahun 2010, Eddy mengaku belum membaca secara keseluruhan terkait perja tersebut. Tapi, Eddy beranggapan kasus KONI Lampung belum kadaluarsa, karena baru berjalan enam bulan.”Kalau mengacu pada KUHAP, kalau tersangka ditahan maka untuk penyidikan waktunya  60 hari. Penuturan itu 50 hari. Tapi kalau nggak ditahan, mengacu  KUHAP nggak ada batas waktunya. Batas waktunya hanya nanti pada nanti kadaluarsa dan perkara korupsi itu kadaluarsanya yaitu 18 tahun,” jelas dia.

Diketahui, proses penyidikan kasus dugaan korupsi Dana Hibah KONI Lampung tahun 2020 sudah masuk bulan ke tujuh, sejak awal Kejati melakukan proses penyidikan pada 24 Januari 2022, hingga sekarang belum ada penetapan tersangka.

Tercatat, sudah ada 86 saksi yang diperiksa, mulai dari pejabat Pemprov, Petinggi KONI, pimpinan cabang olahraga hingga level staf. Terkait hal ini, pihak Kejati Lampung belum berhasil dikonfirmasi. Saat dihubungi via Whatapps, Kasipenkum Kejati Lampung I Made tidak menjawab. (*)