Harianpilar.com, Bandarlampung – Insiden dugaan penganiayaan salah satu tenaga kesehatan (Nakes) di Puskesmas Kedaton Bandarlampung beberapa waktu lalu mendapat perhatian serius dari anggota DPR RI Arteri Dahlan. Masalah yang kini ditangani Polresta Bandarlampung itu dilatarbelakangi oleh kelangkaan oksigen, dimana pelaku diminta oleh ibunya mencari oksigen untuk bapaknya yang sakit. Kini ibu itu kehilangan suaminya karena meninggal dan anaknya ditahan kepolisian atas kasus tersebut.
Arteria Dahlan mengaku hadir di Bandarlampung setelah menempuh perjalanan darat dari Jepara ke Surabaya selama hampir 7 jam, dan langsung melanjutkan perjalanan pesawat ke Jakarta kemudian dilanjut 6 jam perjalan darat untuk sampai Kota Bandarlampung. “Total hampir 20 jam, perjalanan tersebut saya tempuh semata-mata ingin menunjukkan keberpihakan saya atas derita seorang Ibu yang baru saja ditinggalkan suaminya karena covid setelah 47 tahun hidup bersama dan kehilangan dua orang anak yang terpaksa ditahan karena insiden perebutan oksigen di Puskesmas Kedaton Bandar Lampung,” ujar Arteri Dahlan melalui keterangan tertulisnya yang dikirim ke Redaksi Suat Kabar Harian Pilar, Rabu (11/08/2021).
Kader muda PDI Perjuangan ini awalnya tidak ingin terlibat dan menyarankan agar semuanya diselesaikan dengan cara kekeluargaan secara damai, karena Lampung memiliki kearifan lokal dalam menyelesaikan konflik sosial, ada rembug pekon atau penyelesaian secara musyawarah dan kekeluargaan.
“Saya terkejut mana kala mendapat laporan bahwa 2 anak si Ibu yang ditugaskan olehnya untuk mencari oksigen untuk kelangsungan hidup ayahnya ditahan dengan sangkaan pasal 170 KUHP, dan sulit sekali mencari pintu maaf bahkan melalui pucuk pimpinan pemerintahan kota sekalipun. Ndak ada lagi rembug pekon, semuanya sudah seperti mesin, begitu kaku dan seolah-olah fokus untuk untuk menghukum pelaku, tanpa mencari asal muasal penyebabnya yaitu kelangkaan oksigen,” tegasnya.
Bahkan yang membuat geli, jelas Arteria, banyak sekali karangan bunga yang ditujukan ke Walikota maupun Kapolres (yang lama) karena melakukan penahanan atas 2 anak Ibu itu. Seolah-olah tidak ada sedikitpun rasa empathy, bagaimana si Ibu harus menjalani hari-harinya tanpa ditemani oleh seorang suaminya yang selama ini menemaninya selama 47 tahun, dipaksa menerima nasib bahwa anaknya harus mendekam dalam tahanan karena memenuhi permintaan beliau untuk mencari oksigen yang langka untuk kelangsungan hidup ayahnya. “Saya selama menjadi Anggota Komisi II, sangat giat membela hak-hak Bidan PTT, Tenaga Perawat termasuk PPNI dan juga guru-guru honorer, mereka adalah patriot dan srikandi bangsa yang memiliki jiwa pengabdian dan ketulusan dalam bekerja. Pastinya memiliki kepekaan dan kepedulian yang tinggi. Dua kepentingan ini harus berhadap-hadapan hanya karena Oksigen langka,” cetusnya.
Arteria menyayangkan pemangku kepentingan di Pemerintah Kota tidak sensitive, bahkan cenderung terjebak melakukan aksi populer tanpa merasa sedikitpun bersalah atas kejadian ini. Kejadian ini tidak akan terjadi jika oksigen tidak langka di Bandarlampung. Kejadian ini tidak akan terjadi jika pemangku wilayah segera menyikapi dengan arif dan bijaksana, karena kesemuanya baik tenaga kesehatan maupun si pencari oksigen, almarhum suami si ibu, dan si Ibu adalah warga Kota Bandarlampung yang harus dilindungi, sama hebatnya, sama hormatnya. “Bukan sebaliknya mempertontonkan aksi teatrikal yang cenderung populis dan menimbulkan sekat dan jarak. Penghakiman sudah terjadi, padahal ini musibah kemanusiaan bukan kesengajaan. Kalau tradisi ini dihalalkan, bukan tidak mungkin kita semua akan kembali menghadapi hal-hal serupa yang semakin memperlebar jarak antar sesama,” tandasnya.
Atas dasar inilah Arteria mewakafkan diri untuk memberitakan kebenaran walau tidak populer sekalipun. “Jangan sampai ditafsirkan saya menghalalkan kejadian di Puskesmas Kedaton. Akan tetapi saya harus katakan ada yang salah dalam penanganan penyelesaian konfliknya. Pemerintah Kota bukan pengayom yang baik, bahkan cenderung menunggangi konflik tersebut atas nama pencitraaan atau apapun, yang pada akhirnya membuka ruang bagi banyak pihak untuk bermain kepentingan di atas perkara ini. Publik seolah-olah terhipnotis dengan menelan mentah-mentah bahwa pasal 170 KUHP halal diterapkan dalam kasus ini, padahal penerapan pasal tersebut keliru total, apalagi dengan mencantumkan dakwaan tunggal,” tegasnya.
Kemudian, lanjut Arteria, dihadirkan lagi dengan parodi penahanan dengan alasan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih, tanpa melihat terpenuhinya ketentuan Pasal 21 KUHAP. “Apa iya anak yang sedang diminta Ibunya mencari oksigen untuk kelangsungan hidup ayahnya, setelah ayahnya tidak terselamatkan, harus dimintakan pertanggungjawaban pidana dengan sangkaan pasal 170 KUHP? Pasal yang dipakai pelempar bom molotov atau pelaku pengrusakan bangunan atau intalasi publik? Saya pikir ini bangunan dan proses penegakan hukum yang keliru dan harus dikoreksi. Penegakan hukum Polresta Bandar Lampung harus proporsional dan tidak boleh berorientasi pencitraan. Saya berterima kasih Pak Hendro Kapolda Lampung dan Pak Ino Kapolresta Bandar Lampung yang baru telah dengan segera merespon hal ini,” urainya.
Arteria hadir ke Bandarlampung mengaku untuk memperlihatkan kepeduliannya, bahwa diatas segalanya harus berlaku adil dan proporsional. “Silahkan proses hukumnya jalan terus, saya tidak akan intervensi, sekaligus berharap proses hukumnyanya dapat diawasi bersama oleh semua pihak. Akan tetapi saya mohon agar penangguhan penahanan dikabulkan. Saya akan menjadi penjaminnya. Anak-anak tersebut lebih bermanfaat untuk mendampingi si Ibu, mengurus kewajiban-kewajiban almarhum, bersama si Ibu berbagi duka sekaligus saling melakukan penguatan pasca ditinggalkan alhamum suami yang meninggal karena Covid,” pungkasnya.(Maryadi)