Harianpilar.com, Bandarlampung – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bandarlampung mendorong pemerintah daerah Provinsi Lampung untuk melakukan monitoring dan evaluasi terkait penanganan Covid-19. Klaim Gubernur Lampung Arinal Djunaidi yang menyebut penanganan covid-19 secara nasional di Lampung berada pada posisi 16 dari 34 Provinsi dinilai bukanlah prestasi yang membanggakan.
Sebab, penyebaran covid-19 di Provinsi Lampung selama dua pekan terakhir makin mengkhawatirkan, serta semakin banyaknya daerah di Kabupaten/Kota yang berstatus zona merah.
Direktur LBH Bandarlampung, Chandra Muliawan, mengatakan, pemerintah daerah Provinsi Lampung harus bertindak cepat dan tanggap dalam upaya menurunkan angka kematian yang akibat Covid-19.”Jangan membuat kebijakan atau program maupun kegiatan yang justru menimbulkan kerumunan atau menyebabkan potensi penyebaran covid-19,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima wartawan, Senin (09/08/2021).
Selain itu, lanjut dia, Pemprov Lampung harus menjalin sinergitas dengan pemerintah kabupaten/kota dalam penanggulangan virus Covid-19.
“Kemudian melakukan monitoring dan evaluasi sebagaimana amanat Perda Provinsi Lampung No. 3 Tahun 2020 Pasal 85 ayat (2) Pemprov dapat melakukan pengawasan dalam bentuk evaluasi secara berkala,” ungkapnya.
Menurutnya, penyebaran Covid-19 di Provinsi Lampung selama dua pekan terakhir makin mengkhawatirkan, hal tersebut dapat di lihat dari semakin banyak daerah di Kabupaten/Kota yang berstatus zona merah. “Data teranyar dari Bappeda Lampung per 09 Agustus 2021 seluruh Kabupaten/Kota menyandang status zona merah terkecuali Kabupaten Way Kanan dan Kabupaten Mesuji,” jelasnya.
Hal tersebut jelas berbanding terbalik dengan perlakuan PPKM baik mikro maupun darurat yang ada di Provinsi Lampung dengan makin masifnya penyebaran dan kematian akibat Covid-19. “Bahkan data termutakhir Kementrian Kesehatan pada 06 Agustus 2021 tingkat kematian akibat Covid-19 Provinsi Lampung yang paling tinggi nomor 2 secara nasional dengan angka kematian atau fatality rate 6.3 persen, sedangkan angka rata-rata secara nasional berada di angka 2,9 persen,” paparnya.
Chandra menyoroti berbagai program dan upaya pemprov Lampung dalam penanganan Covid-19 di Lampung yang patut di evaluasi. Pertama, di berbagai kesempatan Gubernur Lampung maupun para pemangku kebijakan lainnya selalu menghimbau untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat karena melihat kondisi covid-19 di Lampung yang semakin mencekam, namun beberapa kali justru pemerintah daerah sendiri yang abai dengan itu.
Seperti contoh adalah vaksinasi massal pada Sabtu 03 Juli 2021 yang dilakukan Pemprov Lampung melalui Dinas Kesehatan justru menimbulkan kerumunan ratusan orang lebih tanpa menjaga jarak.”Hal ini berpotensi menimbulkan kluster vaksinasi penyebaran covid-19, hal ini terjadi diduga karena tidak adanya persiapan dan penyelenggara vaksinasi menyikapi antusias masyarakat yang ingin melakukan vaksinasi, di mulai dari tidak adanya rekayasa tempat untuk menghindari kerumunan hingga tidak adanya mekanisme pembagian nomor antrian yang jelas,” ungkapnya.
Keduanya, adanya kelangkaan oksigen yang terjadi di lapangan, dan hal tersebut tidak langsung diantisipasi oleh pemerintah. Bahkan ada beberapa warga yang melakukan isolasi mandiri justru karena tidak terpantau akhirnya meninggal dunia.”Hal ini yang membuat masyarakat sipil di Lampung untuk bergerak saling bahu membahu untuk membantu masyarakat yang terkena Covid-19 seperti penyediaan oksigen gratis serta peminjaman tabung oksigen,” jelasnya.
Hal itu juga dilakukan karena pemerintah daerah sendiri seakan mengabaikan tanggung jawab dan pemenuhan hak-hak jaminan kesehatan warga, dan jelas ini merupakan bentuk pembiaran (by omission).
Ketiga, Gubernur Lampung mengklaim penanganan Covid-19 secara nasional di Lampung berada pada posisi 16 dari 34 Provinsi. Menurutnya, hal itu bukanlah prestasi yang membanggakan dan perlu adanya evaluasi yang secara mendalam dalam penanganan Covid-19 di Provinsi Lampung. Gubernur juga berkeyakinan dapat merubah zona merah penyebaran Covid-19, dengan catatan tingkat kesadaran masyarakat harus tinggi untuk patuh protokol kesehatan (Prokes).
“Hal ini justru kontradiktif dengan penerapannya yang ada di lapangan, karena beberapa agenda justru pemerintah-lah yang seakan melanggar protokol kesehatan itu sendiri,” pungkasnya.
Sementara, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi saat dikonfirmasi terkait pernyataan LBH ini tidam menjawab, meski pesan WhatsApp yang dikirim wartawan koran ini terbaca. (Ramona)