Harianpilar.com, Bandarlampung – Penyegelan beberapa tempat usaha restoran dan hotel oleh Pemkot Bandarlampung belakangan ini memicu pro dan kontra. Di satu sisi Pemkot Bandarlampung memiliki kewajiban menegakkan aturan terhadap pengusaha yang enggan menggunakan tapping box, tidak maksimal menggunakan tapping box, dan yang menunggak pajak. Di sisi lain ada harapan agar pemerintah mengedepakan cara-cara yang lebih halus, apa lagi ditengah pandemi covid 19. Namun, dibalik semua itu ada keinginan yang sama, yakni keinginan mengedepankan komunikasi dan dialog agar persoalan serupa kedepan tidak terulang.
Tenaga Ahli Walikota Pemkot Bandarlampung, Rakhmat Husein mengatakan, tindakan penyegelan yang dilakukan Pemkot Bandarlampung terhadap beberapa tempat usaha belakangan ini sudah sesuai aturan yang ada.”Memang ini (penyegelan) tidak diatur di dalam perda, tapi ini ada di dalam perwali. Jadi semuanya ini sudah ada aturannya,” ujar Rakhmad Husein dalam Dialog Bicara Fakta di Pilar TV Entertaiment dengan tema ‘Meluruskan Masalah Pajak di Bandarlampung, Rabu (07/07/2021).
Mantan aktivis PRD ini mengklaim jika kebijakan penyegelan tersebut sudah melewati proses yang panjang. Mulai dari proses teguran lisan, teguran tertulis1 hingga 3, dan akhirnya proses penyegelan.”Jadi tidak ujug-ujug Pemkot ini melakukan penyegelan. Tapi ada prosesnya. Dimulai teguran lisan, teguran lisan satu sampai tiga, jika masih diabaikan juga maka dilakukan penyegelan. Dan proses serta jeda dari terguran ke penyegelan ini cukup panjang,” bebernya.
Ketua Koalisi Rakyat Lampung Untuk Pemilu Bersih (KRLUPB) ini juga menegaskan Pemkot tidak ada niatan atau tidak akan mematikan perekonomian di Bandarlampung. “Dan penyegelan ini merupakan suatu tahapan menuju titik puncak, yang pada akhirnya bakal sampai pada pencabutan izin. Dan ini sebuah upaya agar para pengusaha kebangun. Tapi Alhamdulillah sepemahaman saya dalam beberapa minggu terakhir ini sudah ada beberapa rumah makan dan restoran ada kesepakatan untuk menyelesaikan kekurangannya,” ujar Husenin.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpungan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Lampung, Friandi Indrawan, meminta kepada Pemkot Bandarlampung untuk melihat case by case persoalan yang dialami para pengusaha sebelum melakukan penyegelan. “Jangan menggeneralisasi bahwa semua pengusaha banyak yang nakal tidak mau membayar pajak,” tegasnya.
Karena, kata dia, masa pandemi Covid-19 saat ini membuat dunia usaha dalam kondisi terpuruk. “Ada dilema yang muncul. Disatu sisi harus taat membayarkan kewajiban, disisi lain dimasa crisis seperti ini ada karyawan yang harus digaji untuk menghidupi keluarganya,” kata dia.
Didi Indra (panggilan Friandi) mengaku tak menampik ada beberapa pengusaha yang tidak membayarkan pajaknya ke Pemkot. Namun, hal itu hanya minoritas. “Dan ini pun ada dan dialami anggota saya sendiri. Tapi setelah saya tanyakan, emang kondisi usahanya sedang terpuruk,” ungkapnya.
Didi pun mendorong kepada Pemkot untuk memberikan kebijakan yang solutif atas kejadian belakangan ini. Misal, adanya komunikasi dan keterbukaan antara Pemkot dengan para pengusaha. “Saya yakin jika ada komunikasi dan keterbukaan yang baik, tidak akan terjadi permasalahan seperti ini,” tuturnya.
Didi Indra juga mendorong Pemkot Bandarlampung untuk melakukan pembinaan kepada para pengusaha yang memang benar-benar nakal dan tidak membayarkan pajaknya.”Karena saya tidak menutup mata, ada yang pengusaha nakal yang tidak membayarkan pajaknya. Dan saya rasa Pemkot punya kewajiban untuk membina mereka ini,” tukasnya.
Diakhir bincang santai itu pun, Rakhmad Husein dan Didi Indra sepakat untuk membuka ruang komunikasi guna membangun solusi yang konstruktif bagi para pengusaha serta Pemkot.”Saya juga belum lama ini juga sudah meminta kepada Bu Walikota untuk membuka ruang komunikasi, bisa dengan PHRI ataupun lainnya mengenai persoalan pajak ini. Dan saya harap nantinya pihak PHRI atau lainnya bisa menyampaikan masukan-masuk ke Bu Wali, agar ada solusinya,” tutup Rachmat Husein.
Didi pun menyambut baik hal tersebut. “Para pengusaha inikan mitra sejajarnya pemerintah daerah. Dan status usaha ini adalah membantu menarik dana dari masyarakat (dalam bentuk pajak). Dan semoga dengan adanya ruang komunikasi bisa memberikan solusi yang konstruktif,” pungkasnya. (Ramona)