Harianpilar.com, Lampung Selatan – Eksekutif Kota Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (Ek-LMND) Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) meminta kepada Bupati dan Wakil Bupati yang baru untuk mengembalikan nama-nama jalan yang telah dirubah oleh pemerintahan Rycko-Eki.
Pasalnya, nama-nama jalan yang dirubah oleh Bupati terdahulu memiliki makna dan sejarah serta menimbulkan polemik dilingkungan masyarakat. Sebab masyarakat sekitar (jalan yang dirubah) kebingungan, karena tidak ada kepastian apakah menggunakan nama jalan yang lama ataukah nama yang baru. “Kepala daerah yang baru harus segera mengambil sikap, terkait polemik yang terjadi di masyarakat mengenai perubahan-perubahan nama jalan di Kalianda. Sebab, masyarakat dibuat bingung mengenai perubahan nama jalan itu,” kata Sekretaris LMND Lamsel, Dedi Manda Minggu (28/2/2016).
Dedi menambahkan, perubahan nama jalan tersebut banyak masyarakat dirugikan karena harus merubah surat menyurat, salah satunya sertifikat tanah yang dimiliki. Oleh karena itu, dirinya meminta kepada Pemimpin Lamsel yang baru dapat memberikan ketegasan dengan mengembalikan nama-nama jalan seperti semula yang memiliki makna sejarahnya. “Masyarakat bingung, apakah menggunakan nama jalan yg baru atau tetap pada nama jalan yang semula. Persoalannya adalah pemerintah daerah tidak mempunyai sikap tegas terkait nama-nama jalan tersebut,” tambahnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, ini bukan persoalan sepele, tetapi ini persoal yang cukup klasik karena banyak ketidak singkronan akibat perubahan nama jalan. Dan persoalan ini harus segera disikapi agar identitas masyarakat yang berada di zona tersebut jelas.
Selain itu, lanjut aktivis perubuhan patung Zainal Abidin Pagaralam ini, ada nama-nama jalan yang telah dirubah, namun nama jalan tersebut hilang dan tidak ada seperti jalan Kesuma Bangsa (lingkungan Pemda) dan Indra Bangsawan. “Adapun jalan yang telah dirubah, diantaranya jalan Kol. Makmun Rasyid dirubah menjadi Jalan, Zainal Abidin Pagar Alam, Jalan Raden Intan diganti dengan jalan Kol. Makmun Rasyid, Jalan Soekarno Hatta diganti Jalan Raden Intan dan ada jalan yang hilang,” jelasnya.
Selanjutnya kata Dedi, terkait pemberian nama-nama jalan terdahulunya tentunya memiliki nilai sejarah tersendiri, bukan semata-mata menciptakan sejarah baru dan secara tidak langsung akan mengubur sejarah yang pernah ada. “Bagaimana kita akan mengingat sejarah bahkan mempelajarinya dalam bentuk materialistik dialektika history. jika garis besar sejarah tersebut di hilangkan,” pungkasnya. (Saiful/Mar)