oleh

Polda ‘Garap’ Mega Proyek Tulangbawang Barat

Harianpilar.com, Bandarlampung – Kinerja Kepolisian Daerah (Polda) Lampung dibawah Kepemimpinan Brigjen Pol. Edwarsyah Pernong patut diapresiasi. Korps Bayangkara itu proaktif merespons dugaan penyimpangan dua mega proyek Milik Pemerintah Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubarat) yakni pembangunan Islamic Center dan Sesat Agung.

Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Subdit III dinyatakan memiliki kewenangan untuk mengusut proyek Pembanguan Sesat Agung Tahap I senilai Rp11,5 Miliar dan proyek Pembangunan Masjid Agung Islamic Center Tahap I senilai Rp 16,5 Miliar yang dikerjakan PT. Ratu Citra Bahari tersebut.

“Siapapun oknumnya bila melakukan penyalahgunaan kewenangan jabatan, penyelewengan, atau menerima uang sebagai imbalan tentunya menyalahi hukum, maka dapat menerima ganjaran sanksi pidana.Polda Lampung tidak akan tebang pilih,” tegas Kepala Bidang Humas Polda Lampung, AKBP Sulistyaningsih, pada Harian Pilar, Selasa (30/6/2015).

Menurutnya, Dirkrimsus Subdit III merupakan bagian yang berwenang untuk mengusut masalah itu. Kepolisian akan merujuk pada Pasal 184 KUHP dalam pemenuhan data dan alat bukti. “Polda Lampung tidak akan membeda-bedakan dalam menegakkan hukum. Apa lagi kegiatan yang menyalahi hukum sehingga berujung pada korupsi,” tandasnya.

Selain itu,lanjutnya, Polda Lampung juga terbuka dan siap menerima informasi atau laporan dari masyarakat yang mengetahui masalah dua proyek itu.”Kalau telah dilaporkan maka kami berhak melakukan penyidikan,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, dugaan penyimpangan dalam pengerjaan dua mega proyek milik Pemerintah Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubarat) yakni pembanguan Sesat Agung dan Islamic Center ternyata tidak hanya terjadi dalam teknis pengerjaanya dilapangan saja seperti yang ditemukan para anggota DPRD setempat.

Kuat dugaan proyek pembangunan Sesat Agung Tahap I senilai Rp 11,5 Miliar dan Pembangunan Masjid Agung Islamic Center Tahap I senilai Rp 16,5 Miliar ini memang sudah ‘cacat sejak lahir’ atau sejak tahap lelang.

Indikasi adanya ‘skandal’ dalam tender dua proyek ini terlihat dari beberapa hal. Pertama, dua proyek ini dimenangkan oleh satu perusahaan yakni PT. Ratu Citra Bahari. Perusahaan ini memenangkan proyek Pembanguan Sesat Agung Tahap I senilai Rp11,5 Miliar dengan harga penawaran Rp 11,467 Miliar. Untuk proyek Pembangunan Masjid Agung Islamic Center Tahap I senilai Rp 16,5 Miliar dimenangkan dengan harga penawaran Rp 16,454 Miliar.
Padahal, peserta tender dua proyek ini mencapai 35 perusahaan.
Kedua, PT Ratu Citra Bahari memenangkan tender dua proyek itu hanya dengan penawaran kurang dari satu persen dari pagu anggaran. Kondisi yang sama juga terjadi pada perencanaan dan pengawasan kedua proyek ini. Seperti Pengawasan teknis Pembangunan Sesat Agung senilai Rp230 juta yang dikerjakan CV. Gupeta Wira Utama dengan harga negosiasi Rp227 juta atau hanya turun Rp3 juta. Perencanaan Pembangunan Sesat Agung Rp175 juta dikerjakan CV. Adika Konsultan dengan Harga Negosiasi Rp 173 juta atau hanya turun Rp2 juta.

Begitu juga Pengawasan Teknis Pembangunan Masjid Agung Islamic Center senilai Rp300 juta dikerjakan CV. LARAS CIPTA dengan Harga Negosiasi Rp 297 juta atau hanya turun Rp3 juta. Perencanaan Masjid Agung senilai Rp300 juta dikerjakan CV. Gupeta Wira Utama dengan harga penawaran Rp299,800 juta atau hanya turun Rp200 ribu rupiah. Pembuatan Maket Masjid Agung Rp 100 juta dikerjakan PT. Manggala Cipta Pratama dengan Harga Negosiasi Rp99.400 juta atau hanya turun Rp600 rupiah.

Hal sama juga terjadi pada Perencanaan Lansekap Komplek Islamic Center dan Sesat Agung Rp 350 juta dikerjakan CV.Alam Lembayung dengan Harga Negosiasi Rp 346 juta atau hanya turun Rp4 juta.

Dugaan tender ini dikondisikan diperkuat oleh peserta tender kedua proyek itu yang nyaris sama secara keseluruhan atau pesertanya perusahaan itu-itu saja.

Berdasarkan penelusuran Harian Pilar, peserta tender proyek pembangunan Islamic Center Tahap I terdapat 35 peserta dan proyek Sesat Agung Tahap I diikuti oleh 34 peserta. Perusahaan-perusahaan yang ikut tender dua proyek itu mayoritas perusahaan itu-itu saja. Seperti CV. Aldy, PT. Haga Unggul Lestari, PT. Gema Menata Gemilang, PT. Losaida Abadi Jaya, PT. Jasa Utama Kontrindo, PT. Mutiara Bintang Selatan, PT. Kencana Biru Perkasa, CV. Mitra Kencana, CV. Sumber Bina Karya, CV. Guna Lestari, Cv.Ketapang Raya, CV. Sangkar Mas Sakti, CV. Sarana Bina Utama, CV. Bangun Rejo, CV. Way Ruguk, CV. Bangun Sarana Utama, CV. Makindo Raya, Cv. Mutiara Selatan, CV. Putra Rengas, CV. Tunas Karya, CV Indosarana Bahari, PT. Amukti Palapa Abadi, PT. Wukir Dirada Meta, PT. Swarna Dwipa Tunggal,PT. Harapan Jejama, PT. Bintang Rekananda, CV. Daksa Pada Mulia, PT. Satria Karya Tinata, PT. Rudi Karya Langgeng, PT. Menggala Wira Utama, PT. Ratu Citra Bahari, PT. Krakatau Mandiri Makmur. Puluhan perusahaan ini secara keseluruhan mengikuti tender di dua proyek besar tersebut.

Indikasi penyimpangan yang mengarah ke dugaan praktik korupsi kolusi dan nepotisme (KKN)
dalam perealisasian dua mega proyek ini semakin menguat, karena justru DPRD Tubarat yang menemukan adanya penyimpangan, dan lolos dari konsultan pengawas.

Padahal, dua proyek itu memiliki anggaran untuk pengawasan teknis yang cukup besar. Untuk pengawasan Teknis proyek Pembangunan Sesat Agung menelan anggaran Rp230 juta yang dikerjakan CV. Gupeta Wira Utama. Sementara, untuk Pengawasan Teknis Pembangunan Masjid Agung Islamic Center menelan anggaran hingga Rp300 juta yang dikerjakan CV.Laras Cipta.

Ketua Gabung Pengusaha Kontruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Tulangbawang, M Haidir Arif, mengatakan, jika melihat berbagai persoalan yang ada dalam tender dua proyek itu memang sangat jelas ada dugaan permainan dalam tender. “Dengan harga penawaran yang sangat rendah itu saja, sudah mengindikasikan adanya permainan di tender. Jadi dengan berbagai kejanggalan itu indikasi penyimpangan cukup jelas,” ujarnya saat dihubungi melalui ponselnya.

Menurut M Hidir, penegak hukum sudah bisa melakukan pengusutan atas berbagai persoalan yang muncul di dua proyek itu.”Ya penegak hukum harus masuk, sehingga berbagai masalah yang masih bersifat dugaan ini bisa lebih jelas. Karena penegak hukum yang berwenang melakukan pembuktian secara hukum. Ini dugaan adanya korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) sudah cukup jelas,” tegasnya.

Jika penegak hukum tidak melakukan pengusutan, lanjutnya, maka pihak-pihak terkait bisa berkelit dari berbagai masalah ini.”Mereka (pihak terkait) pasti berkelit dari masalah-masalah ini. Jadi penegak hukum yang harus turun tangan,” pungkasnya. (Putra/Juanda)