Harianpilar.com, Bandarlampung – Pembangunan Flyover Ki Maja –Ratu Dibalau terus mendapat ganjalan, selain meminta nilai pembebasan lahan tetap pada angka Rp 5 juta/meter, warga juga meminta Pemkot Bandarlampung untuk membangun kembali ruko-ruko mereka yang berada di sana, sebab lahan parkir ruko ada yang terkena pembebasan lahan, sehingga bangunan ruko pun harus dimundurkan, bahkan warga pun meminta kompensasi selama pembangunan flyover dilaksanakan.
“Kami tidak menolak kami mendukung pembangunan flyover ini sebaga wujud dukungan, maka tanah kami digunakan untuk Pemkot, tapi yang merugikan kami, tanah kami itu punya lahan parkir 12 meter digunakan 4,3 meter, maka yang tersisa hanya sekitar 7 meter. Karena gedung kami digunakan untuk usaha kami butuh lahan parkir , tidak apa-apa kami mundurkan 2,5 meter ke belakang , tapi kami minta pemkot yang membangun gedungnya,” ujar salah seorang warga Ki Maja Way Halim, Rahman, saat hearing dengan Komisi III, Tim Pembangunan Flyover dan Dinas PU Kota Bandarlampung, di DPRD Kota Bandarlampung, Selasa (28/4/2015).
Sedangkan terkait ganti rugi, Rahman menjelaskan, sejak awal Pemkot selalu menyosialisasikan jika penentuan nilai pembebasan lahan oleh 3 faktor yaitu NJOP, harga pasar, dan pendapat DJKN, namun nilai pembebasan lahan antara jalan Ki Maja dan Jalan Ratu Dibalau disamakan padahal NJOP jalan Ki Maja lebih tinggi dibanding Jalan Ratu Dibalau.
“Yang kedua nilai ganti rugi lahan yang digunakan dari Pemkot berkali kali menyampaikan , katanya diawal berdasarkan NJOP. Tapi dengan NJOP yang berbeda antara Ratu Dibalau dan Ki Maja kok disamakan , jadi kami merasa tidak adil, kami merasa Pemkot mengambil sepihak keputusan dalam penetapan harga,” terangnya.
Senada dengan Rahman, warga lainnya Nurhayati mengatakan meski hanya tinggal 2 orang lagi yang belum menyetujui uang ganti rugi pembebasan lahan yang ditetapkan pemkot, namun lahan disekitar lokasi flyover tersebut mayoritas dimiliki 2 orang tersebut, sehingga pemkot harus lebih adil melihat kondisi itu.
“Semuanya jangan dipandang global , karena punya kami itu lebih banyak , yang lain memang ada tapi hanya 1 meter. Ada yang 0.5 meter, ada yang Cuma 2 meter. katanya berdasarkan NJOP, nah NJOP punya kami Rp.1,1 juta tapi Ratu Dibalau Rp.400 kog di buat sama Rp.2 juta, dari awal kami selalu disosialisasikan sesuai NJOP , tidak pernah kami dengar satu poros,” Papar Nurhayati
Lain lagi dengan Iqsan Pasaribu, ia meminta Pemkot Bandarlampung memberikan kompensasi, kepada pedagang dan pengusaha di sekita lokasi flyover pasalnya, selama pembangunan flyover berlangsung jalan akan diututup,sehingga akan kehilangan pendapatan sehari-hari.
“Kami minta jalan diperlebar agar ada kendaraan lewat karena kami nyari usaha dari jalur itu, ada yang bengkel, ada yang fotokopi itu lenyap sama sekali tapi kalau memang tidak bisa di usahakan , kami meminta biaya yang kami dapat normal , kami minta diganti , semacam kompensasi. Usaha kami nggak ada pemasukan sama sekali,” tegasnya.
Menanggapi itu, Asisten I Pemkot Bandarlampung yang juga ketua tim pembangunan flyover, Dedi Amarullah menyatakan jika Pemkot Bandarlampung telah menetapkan harga ganti rugi sebesar Rp2 juta/meter, dan penetapan itu sudah sesuai dengan aturan-aturan yang ada namun jika warga masih merasa kurang puas, dapat mengajukan ke pengadilan.
“Ya kami sudah menetapkan harga Rp. 2 juta/meter, memang NJOP antara kimaja dan ratu di balu berbeda, namun pembangunan ini 1 p[oros, maka penetapan harga pun 1 poros, kami membaca sudah baca aturan-aturannya, jadi kita perlu melalui pembahasan tim dan kita konsultasikan ke DJKN dan DPR . karena ini memang 1 poros , maka kita bayar dengan 1 poros , maka itu kita tetapkan 2 juta, kami tidak mungkin membayar 2 orang ini Rp5 juta karena bisa menimbulkan perkara lagi, tapi kalau warga kurang puas dapat mengajukan ke pengadilan, kalau keputusan pengadilan sudah keluar baru akan kami bayar Rp.5 juta, ” ujarnya.
Terkait dengan tuntutan agar pemkot membangun kembali ruko yang akan dimundurkan, lanjutnya, pihaknya akan terlebih dahulu mempelajar I aturan-aturannya yang membahas hal itu, apabila tidak ada larangan untuk membiayai pembanguan ruko itu, maka ada peluang pemkot aklan membangun ruko-ruko warga yang dimundurkan disekitar lokasi flyover.
“Saya tidak janji , tapi akan saya pelajari terlebih dahulu aturan-aturan tentang itu, kalau tidak ada yang melarang maka ada peluang untuk melakukan pembangunan ruko itu, tapi saya tidak janji,” terangnya.
Menanggapi permintaan menggeser titik nol pembangunan flyover, Kadis PU Bandarlampung Ibrahim mengatakan jika hal itu tidak mungkin dilakukan sebab, perencanaan flyover telah sesuai dengan atuuran yang ditetapkan negara, selain itu juga, kontrak keja kerja, serta dokumen lain terkait pembangunan flyover telah dibuat.
“Tidak mungkin bisa digeser pasalnya flyover tersebut kelandaian itu sudah ditetapkan oleh aturan negara, kalau digeser kelandaiananya akan berubah, dan juga kontrak kerja dengan pengembang sudah dibuat, serta dokumen lainnya telah dibuat, tidak mungkin untuk digeser,” ujranya.
Sementara Seketaris Komisi III DRPD Kota Bandarlampung Mukhlas E Bastari mengatakan dalam hearing tersebut disimpulkan jika masalah pembebasan lahan belum selesai, dan jika dibiarkan berlarut larut akan berpengaruh pada masalah pelebaran jalan dan matinya akses lalu lintas disekitar lokasi, akan ada pembongkaran rumah pekerja yang berada di lokasi flyover dan pergeseran seng yang telalu mepet dengan drainase, serta lokasi sekitar akan kembali ditutup seng ketika ada alat berat.
“Yang pertama terkait pembebasan lahan jika berlarut larut nanti akan terkendala pada pelebaran jalan, adanya pembongkaran tempat kerja dan pergeseran seng yg mepet ke jalan. mana kala ada alat berat , nanti akam di tutup dengan seng sedikit ,” terangnya. (Buchari/JJ)