Harianpilar.com, Bandarlampung – Dugaan tender ‘kurung’ sejumlah proyek milik Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Lampung Timur (Lamtim) tahun 2015 disinylir melibatkan banyak pihak terkait. Sebab, dugaan praktik korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) itu tidak mungkin dilakukan satu pihak saja.Indikasi KKN Berjamaah?
Karena itu, Kejaksaan Negeri(Kejari) Sukadana Lampung Timur(Lamtim) didesak untuk proaktif mengusut masalah itu dan tidak hanya menunggu laporan. Sebab, persoalan tersebut bukan delik aduan.”Indikasi tender kurung proyek Disdik Lamtim itu sangat mustahil jika hanya dilakukan satu pihak. Namanya tender itu melibatkan banyak pihak, artinya untuk mengondisikan sebuah tender itu perlu persekongkolan semua pihak terkait itu,” cetus Tim Kerja Institute on Corruption Studies (ICS), Apriza, saat dimintai tanggapannya, baru-baru ini. Menurutnya, Kejari Sukadana harus memeriksa semua pihak terkait itu. Sehingga, persoalan itu bisa terurai secara baik dan pihak-pihak yang terlibat harus diadili.”Kalau tidak diusut, maka setiap tahun persoalan seperti ini akan terjadi,” tegasnya.
Apa lagi, lanjutnya, petunjuk awal dugaan KKN ini sudah terkuak dimedia, mulai dari pengakuan pemilik perusahaan yang dipinjam untuk tender proyek itu, hingga peserta mayoritas sama sampai pada nilai penawaran pemenang tender yang irasional.”Itu sudah cukup sebagai perunjuk awal bagi Kejari Sukadana untuk bergerak,” tandasnya. Diberitakan sebelumnya, Tender sejumlah proyek milik Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Lampung Timur (Lamtim) tahun 2015 diduga hanya formalitas semata. Pasalnya, indikasi adanya persekongkolan dalam tender proyek- proyek itu sangat kuat. Bahkan diketahui terdapat perushaaan pinjaman yang memenangkan tender tersebut.
Proyek-proyek yang tendernya diduga sarat permainan itu diantaranya proyek Pengadaan Peralatan Lab. Komputer Jenjang SMP (Negeri) senilai Rp450 juta yang dikerjakan CV. Sarana Cipta Teknik Bestari, Pengadaan Peralatan Lab. IPA SMP (pelengkap) untuk SMP (Swasta) senilai Rp450 juta yang dikerjakan CV. Gundala Bangun Nusa, Proyek pengadaan Peralatan Lab. IPA SMP (pelengkap) untuk SMP (Negeri) senilai Rp630 juta yang dikerjakan CV. Sarana Cipta Teknik Bestari, Proyek Pengadaan Peralatan Olahraga dan Kesenian Jenjang SMK (Swasta) senilai Rp700 juta yang dikerjakan CV. Lampung Pustaka.
Kemudian, proyek pengadaan Peralatan Praktik Siswa SMK Bidang Keahlian Non Teknologi dan Rekayasa untuk SMK (Swasta) senilai Rp600 juta yang dikerjakan CV. Cahaya Mutiara, Proyek Pengadaan Peralatan Praktik Siswa SMK Bidang Keahlian Non Teknologi dan Rekayasa untuk SMK (Negeri) senilai Rp400 juta yang dikerjakan Falamigo Karya Pratama, Pengadaan Peralatan Praktik Siswa SMK Bidang Keahlian Teknologi dan Rekayasa untuk SMK (Swasta) senilai Rp1 Miliar yang dikerjakan CV. Pelita Cemerlang.
Selanjutnya, proyek Pengadaan Peralatan Olahraga dan Kesenian Jenjang SMA (Swasta) senilai Rp400 juta yang dikerjakan CV. Lampung Hyat, Proyek Pengadaan Peralatan Olahraga dan Kesenian Jenjang SMA (Negeri) senilai Rp360 juta yang dikerjakan CV. Lampung Hyat. Tender proyek-proyek ini diduga kuat dikondisikan atau sering disebut tender kurung. Hal ini sangat terlihat dari beberapa indikator, mulai dari mayoritas peserta tender perusahaan itu-itu saja, terdapat satu perusahaan yang memenangkan lebih dari satu pekerjaan, hingga nilai penawaran yang sangat rendah.
Seperti Proyek Pengadaan Peralatan Lab. Komputer Jenjang SMP (Negeri) senilai Rp450 juta. Dimenangkan oleh CV. Sarana Cipta Teknik Bestari dengan penawaran hanya turun Rp3,5 juta dari total pagu anggaran atau hanya turun sekitar 0,7 persen. Selain memenangkan tender proyek tersebut, CV. Sarana Cipta Teknik Bestari juga memenangkan tender Proyek pengadaan Peralatan Lab. IPA SMP (pelengkap) untuk SMP (Negeri) senilai Rp630 juta yang penawaran hanya turun Rp4 juta dari pagu anggaran atau hanya turun sekitar 0,6 persen.
Modus serupa juga ditemukan pada tender proyek Pengadaan Peralatan Olahraga dan Kesenian Jenjang SMA (Swasta) senilai Rp400 juta. Proyek ini dimenangkan oleh CV. Lampung Hyat dengan penawaran yang hanya turun Rp2,9 juta dari pagu anggaran, atau turun sekitar 0,7 persen. CV. Lampung Hyat juga memenangkan tender Proyek Pengadaan Peralatan Olahraga dan Kesenian Jenjang SMA (Negeri) senilai Rp360 juta dengan penawaran yang hanya turun Rp 2,6 juta atau sekitar 0,7 persen dari pagu anggaran.
Kondisi serupa juga terjadi pada proyek pengadaan Peralatan Praktik Siswa SMK Bidang Keahlian Non Teknologi dan Rekayasa untuk SMK (Swasta) senilai Rp600 juta yang dimenangkan CV. Cahaya Mutiara dengan penawaran yang turun hanya Rp4 juta. Proyek Pengadaan Peralatan Praktik Siswa SMK Bidang Keahlian Non Teknologi dan Rekayasa untuk SMK (Negeri) senilai Rp400 juta yang dimenangkan Falamigo Karya Pratama dengan penawaran yang hanya turun Rp2,4 juta. Pengadaan Peralatan Praktik Siswa SMK Bidang Keahlian Teknologi dan Rekayasa untuk SMK (Swasta) senilai Rp1 Miliar yang dimenangkan CV. Pelita Cemerlang yang hanya turun Rp7,2 juta. Pengadaan Peralatan Lab. IPA SMP (pelengkap) untuk SMP (Swasta) senilai Rp450 juta yang dimenangkan CV. Gundala Bangun Nusa dengan penawaran yang hanya turun Rp3 juta. Proyek Pengadaan Peralatan Olahraga dan Kesenian Jenjang SMK (Swasta) senilai Rp700 juta yang dimenangkan CV. Lampung Pustaka dengan penawaran yang hanya turun Rp4 juta.
Indikasi tender kurung proyek-proyek ini semakin diperkuat oleh daftar peserta tender yang mayoritas sama atau perusahaan itu-itu saja. Terdapat belasan perusahaan yang menjadi peserta di tender proyek-proyek itu, diantaranya CV. Sarana Cipta Teknik Bestari, Cv. Artha Nugraha Jaya, CV. Salsabela Puspita, CV. NS Putra Mandiri, CV. Pelita Cemerlang, Azizah Karya Sejahtera.CV, CV. Menggala Karya Kencana, CV. Putri Za’Pa, CV.Panca Buana Jaya, Muara Prakarsa, CV. Alfiya Perdana, PT. Yudhakarsa Indonesia.
“Ini sangat luar biasa persoalannya. Karena indikasi adanya pengondisian dalam tender itu sangat terlihat dari beberapa masalah yang ditemukan itu. Jelas terindikasi menyalahi Pepres No 4 tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa. Bahkan, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Itu jelas bisa dipidana,” ujar Tim Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Transparansi Akuntabilitas Publik, Handri MD.SH, saat dimintai tanggapannya.
Menurutnya,jika temuan terhadap tender proyek-proyek Disdikpora Lamtim seperti itu maka wajar muncul dugaan tender tersebut hanya formalitas dan dikondisikan untuk dimenangkan perusahaan yang telah disiapkan.”Tidak perlu susah-susah mengkajinya, orang awam sekalipun sudah bisa menduga tender itu hanya formalitas. Kalau memang tender itu berlangsung jujur, maka tidak mungkin pemenangnya nilai penawarannya hanya turun nol koma persen dari pagu sanggaran sebesar itu. Baru ini saya melihat begitu sistematisnya indikasi pengondisian tender proyek,” cetusnya.
Dijelaskannya, Pepres No 4 tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 itu sudah mendeteksi persoalan tender curang dan diatur hukumannya. “Peserta tender proyek-proyek itu mayoritas sama, tujuannya apa? Selain dari memenimalisir keikut sertaan perusahaan lain diluar yang memang sudah disiapkan. Kalau peserta memang sudah disiapkan, maka nilai penawaran pemenang bisa diatur dengan penurunan yang rendah,” terangnya.
Dugaan adanya persekongkolana dalam tender, lanjutnya, memang telah menjadi masalah umum dalam tender proyek pemerintah. Karena itu regulasi mengatur masalah itu termasuk ancaman pidananya. Salah satunya, tercantum dalam Pepres No 4 tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa. Bahkan, Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 secara jelas mencakup persekongkolan untuk mengatur pemenang tender atau tindakan bid rigging.
Bid rigging dalam UU itu dijelaskan sebagai praktek anti persaingan yang bisa terjadi diantara para pelaku usaha yang seharusnya saling merupakan pesaing dalam suatu lelang. Bid rigging dapat dikatakan sebagai suatu kesepakatan yang menyamarkan adanya persaingan untuk mengatur pemenang dalam suatu penawaran lelang (tender) melalui pengelabuan harga penawaran. “Semua itu bisa di pidana. Bahkan penegak hukum bisa menggunakan UU Tipikor,” pungkasnya. (Qoyid/Juanda)