oleh

HUT Ke-23 PRD (Bagian 1) ‘Embrio’ Perlawanan Hebat Rakyat Terhadap Orba

Harianpilar.com, Bandarlampung – Kecenderungan otoriterianisme pada rezim orde baru (Orba) dalam menguasai Indonesia selama 32 tahun melahirkan perlawanan rakyat yang hebat. Rakyat dari berbagai sektor mulai mahasiswa, buruh, kaum miskin kota, perempuan, petani dan lainnya yang memiliki kesadaran pentingnya perlawanan, mulai mengorganisasikan diri dan membentuk organisasi sebagai alat perlawanan. Salah satunya, pertemuan organisasi massa rakyat lintas sektor pada 2 Mei 1994 di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang menyepakati pembentukan sebuah organisasi yang memayungi seluruh organisasi massa rakyat dari berbagai sektor yang kemudian disebut Persatuan Rakyat Demokratik (PRD).

PRD yang dalam perjalanannya menjadi salah satu embrio perlawanan rakyat yang hebat dengan mempelopori gerakan ekstra parlementer berskala nasional menggelar kongres perdana di Sleman Yogyakarta pada 15 – 16 April 1996.  Konggres ini selain merubah Persatuan Rakyat Demokratik (PRD) menjadi Partai Rakyat Demokratik (PRD) juga berhasil memilih Ketua Umum yakni Budiman Sudjatmiko. Budiman Sujatmiko yang kini menjadi Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan terpilih setelah mengalahkan Dita Indah Sari. Guna mengokohkan pengurus, program, dan garis politiknya, pada 22 Juli 1996 PRD menggelar deklarasi di gedung YLBHI dengan Ketua Umum Budiman Sudjatmiko dan Sekretaris Jendral Petrus H. Harianto.

Namun, kepengurusan ini hanya bertahan hitungan hari tepatnya hanya 5 hari. PRD terseret dalam peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau yang disebut Kudatuli dan dituduh jadi dalang kerusuhan tersebut. Tudingan itu terus berkembang ke arah tuduhan makar, praktis PRD menjadi incaran aparat saat itu, sekitar Januari sampai Juni 1997 para pimpinan dan kader PRD diburu oleh aparat.”Ketua Umum PRD Budiman Sudjatmiko di vonis 13 tahun penjara dan 13 pengurus PRD lainnya yang di tangkap di vonis dengan hukuman beragam antara 1,5 tahun sampai 12 tahun penjara. Tapi semua itu tidak memadamkan semangat perlawanan, sebagai partai gerakan ekstra parlementer PRD terus memperjuangkan tuntutannya,” ujar Ketua Komite Pimpinan Wilayah (KPW) PRD Lampung, Ahmad Muslimin, baru-baru ini.

Saat itu PRD terus menuntut demokratisasi kehidupan berbangsa, pencabutan paket 5 UU Politik 1985, pencabutan dwi fungsi ABRI, dan pendirian multi partai sebagai peserta pemilu.”Perjuangan PRD di komandoi oleh para kader PRD yang tidak terpenjara. Bahkan saat Mirah Mahardika tertangkap pun perjuangan kader PRD terus berlangsung sengit. Pada Januari 1998, PRD kembali di tuduh merencanakan teror bom setelah meledaknya sebuah bom di Rumah Susun (Rusun) Tanah Tinggi Jakarta Selatan,” terang pria berambut gondrong ini.

Dari balik jeruji besi Ketua Umum PRD mengirimkan pernyataan dan pesan keseluruh rakyat Indonesia bawah PRD tidak terlibat dalam kasus bom Tanah Tinggi dan Budiman menuding itu rekayasa oknum ABRI. “Di sepanjang proses pembuktian PRD dalam kasus bom Tanah Tinggi, Jakarta mengalami eskalasi demonstransi yang tinggi, karena rezim orba yang berkuasa kala itu merasa terancam akan di gulingkan oleh gerakan aktivis mahasiswa bersama rakyat, maka di sinyalir oknum militer pada era Orba mengkomandoi penculikan terhadap kader-kader PRD,” ungkapnya.

Selain melakukan penculikan, rezim penguasa juga melancarkan tuduhan bahwa PRD adalah komunis yang di formalkan dalam bentuk surat keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI nomor: 201 – 221 tahun 2017 yang membubarkan dan menyatakan PRD dan ormas-ormasnya sebagai organisasi terlarang dengan alasan PRD tidak berasaskan Pancasila. “Padahal SK Mendagri itu hanya berdasarkan UU Ormas tahun 1985 yang hanya mengakui hanya PDI, PPP dan Golkar sebagai partai politik yang di akui oleh rezim Orba. UU Ormas 1985 salah satu dari UU Paket 5 Politik yang di tuntut oleh PRD agar di cabut,” kenangnya.

Ketua Umum PRD saat itu Budiman Sujatmiko kemudian menggugat SK Mendagri itu melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam persidangan PTUN tidak di temukan bukti bahwa PRD adalah komunis. Karena asas Sosial Demokrasi Kerakyatan (Sosdemkra) di terjemahkan menjadi: Perjuangan Pembentukan Suatu Sistem Politik yang demokratis untuk memudahkan tercipta peranan pengawasan publik/sosial yang lebih kuat terhadap politik, pemilik modal, serta kekayaan Negara Bersambung. (Maryadi)

Komentar